SOLOPOS.COM - Anggota Komisi IV DPRD Solo Ekya Sih Hananto. (istimewa)

Solopos.com, SOLO—-Sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) berbasis zonasi disebut masih bisa dijalankan di Kota Solo.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi IV DPRD Solo, Ekya Sih Hananto yang mengatakan sekolah-sekolah negeri di Kota Solo, khususnya SD dan SMP sudah cukup merata. Namun, dia mengakui masih ada catatan terkait pelaksanaan zonasi di Solo.

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

“Cuma harus ada penambahan rombel [rombongan belajar] atau penambahan sekolah di daerah tertentu yang itu memang banyak gakin [keluarga miskin] atau yang masuk pada kategori P1 dan P2,” kata dia ketika dihubungi Solopos.com, Senin (14/5/2023).

Dia mengatakan selama ini di daerah-daerah yang miskin seperti Semanggi, Mojo, dan Sangkrah tidak bisa tercover dengan zonasi. Hal itu karena sekolah di beberapa daerah yang masuk Kecamatan Pasar Kliwon itu memang selalu membeludak.

“Jadi tetap bisa dijalankan [sistem zonasi] di Solo, tetapi ada beberapa catatan-catatan yang harus diperbaiki, yakni penambahan rombel atau penambahan sekolah di wilayah tertentu yang banyak gakin,” kata dia.

Lebih lanjut, Ekya menyebut memang ada kelebihan dan kekurangan dalam sistem zonasi. Dia menyebut asalkan sistem zonasi disertai dengan pemerataan sekolah di setiap daerah maka akan berjalan dengan baik.

“Kalau sudah merata murid-murid yang ada di sekitar sekolah akan tercover, dan itu juga lalu lintas juga bisa lancar. Tapi kalau sampai tidak merata ini yang jadi masalah,” lanjut dia.

Menurut dia, tidak menjadi masalah jika sistem zonasi dihapus untuk sementara waktu sampai sekolah negeri merata di Solo. Jika dirasa sudah merata baru sistem zonasi bisa diterapkan kembali.

“Selama ini pemerintah hanya membuat program zonasi gitu aja, tanpa memikirkan wilayah, entah itu ada sekolahnya atau tidak yang penting zonasi, di satu sisi ada satu kelurahan yang dobel,” kata dia.

Dia mencontohkan SMPN 24 Solo dan SMPN 25 Solo yang berdekatan. Padahal, menurut dia, dua sekolah yang berada di Kecamatan Laweyan itu tidak berada di lingkungan yang padat penduduk.

“Artinya setiap kali PPDB muridnya hanya sedikit, akhirnya menjadi penampungan sekolah-sekolah yang padat. Misal di SMPN 11 dan 6 di daerah itu Gakin banyak, tapi kerana tidak tertampung maka harus diarahkan ke SMPN 24 dan SMPN 25,” lanjut dia.

Sebelumnya, ramai wacana penghapusan sistem zonasi pada PPDB lantaran banyak terjadi kecurangan khususnya di kota-kota besar seperti Bogor, Bekasi, hingga Pekanbaru.

Terpisah, pengamat pendidikan, Sri Darmaningtyas menyebut kesalahan itu tidak bisa sepenuhnya ditimpakan oleh orang tua siswa. Terlebih orang tua hanya berusaha menyekolahkan anaknya ke sekolah terbaik.

“Kesalahan tidak bisa ditimpakan kepada orang tua yang berusaha dengan berbagai cara agar anaknya dapat diterima di sekolah negeri yang mereka inginkan,” kata dia ketika dihubungi Solopos.com, belum lama ini.

Menurut dia, kesalahannya ada pada pembuat sistem PPDB yang tidak mengenali persoalan geografis, ekonomi, sosial, dan budaya di Indonesia. 

“Jelas bahwa sekolah-sekolah negeri, terutama di SMP dan SMA itu berada di pusat kota, sementara tempat tinggal warga banyak yang di daerah pinggiran, tapi sistem yang dipakai adalah sistem zonasi. Itu pembuat kebijakan tidak mengenali problem masyarakatnya,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya