SOLOPOS.COM - KRI Teuku Umar-385 melakukan peran muka belakang usai mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (3/1/2020). (Antara/M Risyal Hidayat)

Solopos.com, JAKARTA -- Meski tidak satu suara, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) memprotes aksi kapal Coast Guard China yang sengaja menerobos perairan Natuna Utara belum lama ini. Disebut tak satu suara karena Menteri Pertahanan Prabowo Subianto justru mengatakan ingin menyelesaikan persoalan itu secara baik-baik karena menganggap China negara sahabat.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendukung sikap tegas Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terhadap klaim sepihak China atas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara itu. Itu karena manuver China sudah menyangkut kedaulatan Indonesia.

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

"Jika sudah menyangkut kedaulatan negara, pemerintah harus bersikap keras dan tegas. Tidak boleh lembek. Meskipun kepada negara sahabat seperti Tiongkok," kata jubir PKS Muhammad Kholid dalam keterangan resmi, Sabtu (4/1/2020).

Kholid mengapresiasi respons Menlu Retno yang mengirimkan nota protes ke pemerintah China. Menurut dia, nota protes menandai komitmen serius pemerintah dalam menjaga kedaulatan wilayah negara.

Kemenlu telah memanggil Duta Besar China untuk Indonesia menyusul dugaan penangkapan ikan secara ilegal oleh nelayan dan pelanggaran kedaulatan oleh kapal Cost Guard China pada pengujung 2019. Selain itu, Kemlu telah menyampaikan protes keras dan nota diplomatik kepada pemerintah China.

Sebelumnya, Menlu Retno menegaskan bahwa kapal-kapal China telah melanggar wilayah ZEE Indonesia. Dia mengingatkan kembali bahwa ZEE Indonesia ditetapkan melalui hukum internasional oleh United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

"Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line atau klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional terutama UNCLOS 1982,” kata Retno.

Sebelumnya, Prabowo Subianto angkat bicara soal pelanggaran puluhan kapal nelayan serta dua kapal patroli China yang masuk ke Laut Natuna, Kepulauan Riau, serta klaim negara tersebut atas kedaulatan di sana.

Saat menyambangi kantor Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Jumat (3/1/2020), Prabowo mengatakan hal tersebut bisa diselesaikan secara baik-baik.

"Saya berkoordinasi dengan menteri-menteri koordinator. Kerja sama harus baik. [soal Natuna] Di antara persoalan yang banyak kami bahas," kata Prabowo dilansir Suara.com.

Menurut Prabowo, pemerintah Indonesia tak perlu memakai kekerasan menghadapi persoalan klaim China atas Natuna. Prabowo justru mengedepankan perundingan yang baik agar tak memecah persahabatan kedua negara.

"Kita selesaikan dengan baik ya, bagaimanapun China negara sahabat," ucap dia.

Pernyataan Prabowo itu dikritik oleh Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana dalam keterangan kepada Antara di Jakarta, Jumat (3/1/2020). Perundingan tak mungkin dilakukan lantaran China terang-terangan menolak ZEE Indonesia.

"Sementara Indonesia tidak mengakui klaim traditional fishing right China," kata Hikmahanto. Dua klaim yang saling bertentangan itu tidak mungkin diselesaikan lewat perundingan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya