SOLOPOS.COM - Tangkapan layar dari siaran langsung persidangan kasus penistaan agama. (Istimewa/Facebook/Basuki Tjahaja Purnama)

Pengacara Ahok meminta persidangan tetap berlangsung obyektif.

Solopos.com, JAKARTA – Terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (13/12/2016). Setelah mendengarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), pihak Ahok membacakan pembelaan.

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

Dipantau Solopos.com dari siaran langsung di Youtube, Selasa (13/12/2016) dalam pembelaannya, Kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama, Trimoelja D Soerjadi mengatakan kasus penistaan agama ini sudah diadili oleh massa. Bahkan, katanya, seluruh publik sudah mengetahui kasus Ahok bergulir karena desakan massa akibat video dan transkip yang bernuasa provokatif.

“Saat itu terjadi protes yang terus berkembang pada 4 Oktober, kemudian 4 November dan terakhir 2 Desember,” kata Trimoelja saat membacakan nota pembelaan, Selasa (13/12/2016).

Trimoelja mengatakan aksi tersebut sebagai bentuk dari tekanan massa untuk peradilan kasus Ahok. Terlebih, kata dia, bagaimana rakyat Indonesia menjadi saksi saat massa memenuhi jalan protokol sehingga proses hukum cepat di luar kewajaran.

“Menurut ketua Setara Institut Hendari, dalam tiga hari Kejagung menetapkan berkas Ahok pP21 dan dalam hitungan jam dilimpahkan ke pengadilan. Hendardi juga mengatakan cepat bukan berarti mengesampingkan proses hukum,” katanya,

Tekanan massa itu, lanjut dia, akhirnya mempengaruhi Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Kapolri secara terbuka tak mengikuti Perkap No 14 Tahun 2012 yang dikeluarkan Kapolri era Badrodin Haiti terkait penundaan kasus yang menjerat calon kepala daerah.

“Nah laporan masuk setelah Ahok ikut pilkada, harusnya ditindak setelah pilkada, namun Kapolri beralasan gelombang pengaduan tinggi,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Trimulja menilai penetapan kliennya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama tidak melalui prosedur yang benar. Hal ini lantaran Sprindik atau surat perintah penyidikan dari polisi dikeluarkan setelah penetapan status tersangka.

“Penetapan Ahok tidak melalui prosedur, sebab tidak ada Sprindik pada penetapan tersebut,” terang Trimulja.

Menurut Trimulja, seharusnya status tersangka baru bisa diberikan kepada seseorang yang berurusan dengan hukum setelah penyidikan tindak pidana berdasarkan laporan polisi dan surat perintah penyidikan. “Hal ini melanggar, termasuk pasal 1 ayat 2 KUHAP,” tuturnya.

Selain tidak sesuai prosedur, kuasa hukum juga menilai penetapan Ahok sebagai tersangka juga melanggar HAM. Hal ini didasarkan kepada UUD 1945 dan Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2009 tentang Prinsip Perlindungan HAM.

“Jadi jelas terjadi pelanggaran HAM dan hukum,” beber Trimulja.

Pada penutup pembelaannya, tim kuasa hukum Ahok mengatakan bukan tekanan massa yang bisa menentukan seseorang bersalah atau tidak. Oleh karenanya, pengacara meminta peradilan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah agar tercipta suasana persidangan yang obyektif.

Bukan demonstrasi yang dapat menentukan seseorang bersalah atau tidak,” kata pengacara Ahok.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya