SOLOPOS.COM - Gempa Tuban dekat Kepulauan Bawean diduga penyebabnya adalah Sesar Muria (Laut), Jumat (22/3/2024). (Istimewa/Instagram/Daryono BMKG)

Solopos.com, TUBAN — Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono, menyebut gempa beruntun yang berpusat dekat Kota Tuban, Jawa Timur, episentrumnya lebih dekat ke Kepulauan Bawean dan diduga penyebabnya adalah Sesar Muria (Laut) menurut Peter Lunt (2019).

Daryono dalam unggahannya di media sosial Instagram, mengatakan gempa tersebut sebagian contoh rangkaian sejarah gempa merusak di Jatim Utara dan estimasi kekuatannya.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

“Pelajaran yang dapat kita ambil bahwa ancaman gempa tidak hanya berasal dari selatan (subduksi lempeng/megathrust) tetapi juga dari sesar aktif di daratan dan di laut utara Jatim,” tulisnya, dikutip Sabtu (23/3/2024).

Hasil monitoring Gempa Tuban-Bawean oleh BMKG hingga Sabtu siang pukul 12.00 WIB tercatat sebanyak 167 kali gempa, dengan frekunsi kejadian yang semakin jarang.

Jika pada Jumat (22/3/2024) kemarin dalam satu jam mencapai 19 kali gempa, data terkini menunjukkan bahwa dalam satu jam hanya ada 3 gempa. “Semoga kondisi segera stabil dan aman kembali,” tulisnya.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Daryono Bmkg (@daryonobmkg)

Daryono menjelaskan lebih lanjut, gempa susulan lazim terjadi pasca gempa kuat dan bukan untuk ditakuti. Banyaknya gempa susulan merupakan gambaran kondisi batuan yang rapuh mudah mengalami deformasi.

“Gempa susulan yang banyak justru dapat memberi informasi peluruhan sehingga kita jadi tahu aktivitas gempa akan segera berakhir,” tandasnya,

Daryono kemudian menyampaikan mengapa Gempa Tuban-Bawean diikuti banyak gempa susulan.

Gempa tersebut disusul rangkaian gempa beruntun karena karakter gempa kerak dangkal. Gempa terjadi di batuan kerak permukaan yang batuannya heterogen sehingga rapuh mudah patah, berbeda dengan gempa kerak samudra dengan batuan homogen-elastik yang miskin gempa susulan.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Daryono Bmkg (@daryonobmkg)

Lalu, mengapa gempa susulan bisa memiliki magnitudo lebih besar?

Daryono menjelaskan dalam bidang sesar/patahan yg sudah terakumulasi stress maksimum (matang), maka deformasi paling awal (first break) terjadi pada batuan paling lemah. Sementara dalam bidang sesar tdpt sebaran asperities (bakal slip/geser).

“Asperities batuan paling lemah, akan patah duluan sebagai gempa pembuka,” ungkapnya.

Deformasi ini akan meningkatkan tekanan pada bidang lain, memicu deformasi makin banyak menyebar hingga menyentuh asperities utama yang membangkitkan gempa lebih besar atau gempa utama.

“Analoginya mirip saat kita mematahkan penggaris kayu, dengan cara melengkungkan dan menekuk penggaris kemudian terjadi retakan-retakan kecil kemudian makin banyak berbunyi kretek, kretek, kretek alias gempa-gempa kecil disusul brakkkk atau gempa utama paling besar,” tandas Daryono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya