SOLOPOS.COM - Ilustrasi e-KTP (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

Cerita kongkalikong tender e-KTP senilai Rp5,952 triliun di Kemendagri nyaris sempurna, melibatkan pengusaha dan anggota DPR.

Solopos.com, JAKARTA — Lelang dan pengadaan KTP elektronik (KTP-E) 2011-2012 senilai total Rp5,952 triliun diatur pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yaitu Irman dan Sugiharto, bersama rekanan Kemendagri dan Komisi II DPR, Andi Agustinus alias Andi Narodong.

Promosi Harga Saham Masih Undervalued, BRI Lakukan Buyback

Sekitar Mei-Juni 2010 terdakwa Irman meminta Direktur PT Java Trade Utama Johanes Richard Tanjaya untuk membantu mempersiapkan desain proyek e-KTP. Dia juga memperkenalkan Andi Agustinus alias Andi Narogong kepada Johanes dan Husni Fahmi bahwa Andi menjadi orang yang mengurus penganggaran dan pelaksanaan e-KTP.

“Sementara Husni memaparkan peranan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan [SIAK] dalam KTP-E,” kata jaksa penuntut umum KPK Mochamad Wirasakjaya dalam sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto. Kasus ini merugikan keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun.

Menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut, Andi Agustinus menyampaikan bahwa untuk pertemuan berikutnya akan dilakukan di Ruko milik Andi di Graha Mas Fatmawati Blok B No.33-35 Jakarta Selatan (Ruko Fatmawati). Sedangkan orang-orang yang hadir dalam pertemuan itu disebut sebagai tim Fatmawati.

Tim Fatmawati terdiri atas delapan tim, yaitu:
1. Tim dari PT Java Trade Utama yang pernah mengerjakan proyek Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Kemendagri 2009 yang terdiri dari Johanes Richard Tanjaya, Andi Noor, Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby dan Eko Purwoko.
2. Tim dari Andi Narogong, yakni Setyo Suhartono staf direksi PNRI, Mudji Rachmat Kurniawan dan Dudy Susanto dari PT Softob Technology Indonesia (STI), Wahyu Supriyantono, Benny Akhir dan dua saudara kandung Andi Narogong yakni Vidi Gunawan dan Dedi Priyon.
3. Mayus Bangun selaku Manager Government Public sector di PT Astra Graphia IT.
4. Irvan Hendra Pambudi Cahyo selaku Direktur PT Mukarabi Sejahtera 5. Tim dari PNRI yakni Isnu Edhi Wijay selaku Direktur Utama PNRI, Yuniarto selaku Direktur Produksi PNRI dan Agus Eko Priadi.
6. Tim dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yakni Husni Fahmi selaku Staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT, Dwidharma Priyasta, Tri Sampurno, Sri Pamungkas alias Mamung 7. Paulus Tanos selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra dan anaknya yang bernama Catherin Tannos.
8. Beberapa vendor atau penyedia barang, diantaranya Johanes Marliem selaku penyedia produk Automated Finger Print Identification Sistem (AFIS) merk L-1; Berman Jandry S Hutasoit selaku Business Developrnent Manager PT Hewlett Packard (HP) Indonesia yang merupakan penyedia Hardware merk HP; Tunggu Baskoro dan Toni Wijaya masing-masing mewakili PT Oracle Indonesia yang merupakan penyedia perangkat lunak merk Oracle serta Jack Gijrath selaku penyedia produk Semi Konduktor Merk NXP Singapura.

“Beberapa tim yaitu Jimmy, Eko, Andi Noor, Wahyu, Benny, Dudi dan Kurniawan setiap bulan mendapat gaji yang total untuk membayar tim Fatmawati berjumlah Rp480 juta,” tambah jaksa.

Pemenangan Konsorsium PNRI

Setelah beberapa pertemuan antara Irman, Sugiharto, Andi Agustinus, dan Diah Anggraini selaku Sekjen Kemendagri, tercapai beberapa kesepakatan. Pertama, proses pelelangan akan diarahkan untuk memenangkan konsorsium PNRI. Untuk itu dibentuk pula konsorsium Astagraphia dan konsorsium Murakabi Sejahtera sebagai peserta pendamping.

Kedua, melakukan pemecahan tim menjadi 3 tim peserta lelang, yaitu Konsorsium PNRI yang terdiri dari Perum PNRI, PT Len Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, PT Sandipala Artha Putra; Konsorsium Astragraphia yang terdiri dari PT Astra Graphia IT, PT Sumber Cakung, PT Trisaksi Mustika Graphika, PT Kwarsa Hexagonal; dan Konsortium Murakabi Sejahtera yang terdiri dari PT Murakabi, PT Jama Trade, PT Aria Multi Graphia, dan PT Stacopa.

Ketiga, menugaskan Johanes untuk membuat sistem dengan konfigurasi KTP-E disinkronkan dengan produk-produk tertentu dari vendor yaitu (1) Software Data Base dari ORACLE, (2) Software AFIS dari L-1, (3) Hardware Data Base dari PC dan HP, (4) Software Windows dari Microsoft dan (5) Chip dari NXP.

Pada Desember 2010 di ruko Fatmawati, Sugiharto bertemu Andi Agustinus, Nazaruddin dan Drajat Wisnu Setyawan yang akan ditunjuk sebagai ketua panitia pengadaan. Dalam pertemuan, Sugiharto menerima 775.000 dolar AS dari Andi Agustinus untuk dibagikan-bagikan ke beberapa pihak. Di antaranya, 6 orang yang akan ditunjuk sebagai anggota panitia pengadaan masing-masing 25.000 dolar AS, Drajat Wisnu Setiawan sebagai ketua panitia pengadaan sejumlah 75.000 dolar AS, Sugiharto sejumlah 100.000 dolar AS, Irman 150.000 dolar AS, Diah Anggraini 200.000 dolar AS, Husni Fahmi dan anggota tim teknis 100.000 dolar AS.

Pada Februari 2011, Irman dan Sugiharto menemui Diah Anggaraini di kantor Sekjen Kemendagri. Diah meminta Irman dan Sugiharto untuk mengamankan konsorsium PNRI, konsorsium Murakabi Sejahtera dan konsorsium Astagrapha karena ketiganya berafiliasi dengan Andi Agustinus, atas permintaan itu Irman dan Sugiharto menyanggupinya.

Pada 11 Februari 2011 Sugiharto menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan analisa harga satuan per keping blanko e-KTP 2011-2012, yaitu sebsar Rp18.000 per keping dengan total pengadaan sejumlah Rp5,95 triliun. Perinciannya, sejumlah Rp2,29 triliun untuk 2011 dan Rp3,66 triliun untuk 2012.

“Penetapan HPS tidak didahului dengan data harga pasar setempat yang diperoleh berdasarkan survei menjelang dilaksanakannya pengadaan namun hanya mendasarkan pada price list yang disusun oleh FX Garmaya Sabar Ling, Tri Sampurno dan Berman Jandry Hutasoit yang telah dinaikkan harganya [mark up] dan tidak memperhatikan diskon terhadap barang-barang tertentu dalam HPS tertentu,” kata jaksa.

Dalam Kerangka Acuan Kerja tersebut, Sugiharto atas persetujuan Irman menyatukan 9 lingkup pekerjaan yang berbeda yang menuntut kompetensi yang berbeda pula menjadi 1 paket pekerjaan agar meminimalisasi peserta lelang. Hal itu untuk memenangkan konsorsium PNRI dan pelaksanaanya dilaksanakan dengan menggunakan perjanjian tahun jamak.

“Bahwa atas penggabungan 9 lingkup pekerjaan tersebut, Lembaga Pengkajian Pengadaan Barang/jasa Pemerintah [LKPP] memberikan saran yang pada pokoknya agar Sugiharto tidak menggabungkannya karena akan sangat besar peluang terjadinya kegagalan dalam proses pemilihan dan pelaksanaan pekerjaan, sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara serta akan menghalangi terjadinya kompetisi dan persaingan sehat. Namun demikian Terdakwa II mengesampingkan saran LKPP dan tetap melanjutkan proses pelelangan dengan menggabungkan 9 lingkup pekerjaan,” kata jaksa.

Sebelum panitia pengadaan mengumumkan pelelangan, Sugiharto dan Drajat Wisnu selaku ketua panitia pengadan juga menerima uang ratusan ribu dolar AS untuk diberikan kepada pejabat Kemendagri dan staf terkait. “Maksud pemberian uang agar para terdakwa dan panitia pengadaan mempermudah jalannya proses lelang, dan dapat memenangkan salah satu konsorsium yang terafiliasi dengan Andi Agustinus, yaitu konsorsium PNRI, konsorsium Astagraphia, atau konsorsium Murakabi Sejahtera,” tambah jaksa.

Drajat Wisnu selaku ketua panitia bahkan mendatangi rumah Andi Agustinus di Kemang Pratama Bekasi pada akhir Maret 2011 untuk menjelaskan mengenai proses pelelangan KTP-E dan memberikan kisi-kisi evaluasi administrasi dan teknis yang akan dilakukan panitia lelang. Pada kesempatan itu, Andi kembali memberikan 1 juta dolar AS kepada Sugiharto dan sisanya untuk Drajat.

Berbarengan dengan proses lelang, Kemendagri melakukan sosialisasi ke beberapa daerah. Pada April 2011, Irman memerintahkan Sugiharto untuk menyediakan 200.000 dolar AS untuk membiayai sosialisasi itu. Uang pun dimintakan dari Direktur PT Quadra Solution Achmad Fauzi.

Dalam proses lelang, berdasarkan serangkaian evaluasi teknis uji coba alat dan output, diketahui bahwa tidak ada peserta lelang (konsorsium) yang dapat mengintegrasikan Key Managemen Server (KMS) dengan Hardware Security Module (HMS). Karena itu, tidak dapat dipastikan perangkat tersebut memenuhi kriteria keamanan wajib.

“Namun para terdakwa tetap memerintahkan Drajat Wisnu Setyawan dan Husni Fahmi melanjutkan proses lelang sehingga konsorsium PNRI dan konsorsium Astragraphia dinyatakan lulus,” tambah jaksa.

Gamawan Fauzi



Pada 20 Juni 2011, panitia pengadaan mengumumkan penetapan pemenang lelang e-KTP yaitu Konsorsium PNRI dengan cadangan konsorsium Astraprahia.

“Untuk memperlancar proses penetapan pemenang lelang, pada pertengahan Juni 2011, Andi Agustinus kembali memberikan uang kepada Gamawan Fauzi melalui saudaranya yaitu Azmin Aulia sejumlah 2,5 juta dolar AS. Sehingga pada 21 Juni 2011, Gamawan Fauzi berdasarkan nota dinas ketua panitia pengadaan, menetapkan konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran Rp5,84 triliun,” tambah jaksa Wiraksanjaya.

Rincian pekerjaannya adalah pada 2011 sejumlah Rp2,262 triliun untuk blangko KTP berbasis chip sebanyak 67.015.400 keping di 197 kabupaten/kota dan pada 2012 senilai Rp3,579 triliun untuk 105.000 blangko KTP berbasis chip di 300 kabupaten/kota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya