SOLOPOS.COM - Ilustrasi siswa inklusi. (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Solopos.com, SOLO—Sejumlah sekolah terus didorong untuk menerima anak berkebutuhan khusus (ABK) agar mendapat akses pendidikan yang setara. Tidak terkecuali bagi sekolah negeri maupun swasta untuk miopritaskan ABK pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mendatang.

Sejauh ini, secara nasional data terakhir 2021 dari Kemenko Kesra, jumlah anak disabilitas yang berusia 5-19 tahun berkisar 3,3%, sementara jumlah penduduk pada usia itu sekitar 66,6 juta jiwa. Dari data tersebut, dapat diketahui jumlah anak disabilitas usia 5-19 tahun berkisar 2.197.833 jiwa. 

Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo

Ini berbanding dengan data Kemendikbudristek yang menunjukkan siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) dan inklusif sebanyak 269.398 anak. Maka dapat dilihat ABK yang sudah mendapat akses pendidikan formal baru sebesar 12.26%.

Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Solo, Abdul Haris, mengatakan meski sudah ada sekolah inklusi untuk menampung ABK, pihaknya tetap meminta agar sekolah tidak menolak ABK untuk mengakses pendidikan. 

“Meski kita ada sekolah inklusi, tapi pada prinsipnya kan semua sekolah harus menerima siswa [ABK], jadi tidak boleh ada sekolah yang menolak anak berkebutuhan khusus,” kata dia kepada Solopos.com, Rabu (12/4/2023).

Apalagi, menurut dia, jika memang terdapat anak berkebutuhan khusus ingin sekolah sesuai sistem zonasi maka sudah seharusnya tidak boleh ditolak.

Agar sekolah-sekolah lebih siap menerima ABK. Pihaknya ke depan berencana untuk memberikan pelatihan kepada guru agar ABK yang diterima bisa dilayani dengan baik.

“Ke depan mungkin sekolah-sekolah akan diberikan pelatihan agar bisa menerima siswa [ABK],” lanjut dia.

Dia berharap sekolah lebih banyak memberikan kepada anak berkebutuhan khusus akses pendidikan. Ini bertujuan agar ABK terserap maksimal dan menghindari banyaknya siswa berkebutuhan khusus tidak terserap di sekolah formal. 

“Tapi memang pada prinsipnya anak ABK harus diarahkan ke sekolah yang sudah siap secara sarana prasarana, termasuk gurunya itu juga harus sudah siap,” kata dia.

Haris mengatakan guru-guru di sekolah bisa diarahkan untuk mendapat pelatihan dari Pusat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif (PLDBI). Dengan kesiapan guru menghadapi ABK, maka diharapkan pelayanan bisa maksimal. 

Namun, menurutnya bagi siswa yang mengalami keadaan autism cukup berat harus ada satu guru khusus yang mendampingi. “Di sekolah harus ada guru khusus, jangan sampai anak tidak terlayani dan sekolah malah kesulitan,” kata dia.

Meski begitu, secara sarana prasarana sekolah-sekolah, terutama SD dan SMP, fasilitas bangunannya belum mendukung untuk anak-anak ABK. Misal tidak ada tangga khusus difabel atau tidak adanya toilet khusus kursi roda.

“Memang belum maksimal ya, mungkin karena dulu pas awal bangun tidak terpikir, namun sekarang ada kebutuhan untuk itu,” kata Haris.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya