SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solo (Espos)--Sedikitnya 80% dari total 250-an perusahaan di Kota Solo ancang-ancang mengambil langkah efisiensi, menyusul kondisi perekonomian yang kian menyulitkan. Langkah efisiensi itu bisa berujung merumahkan karyawan hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kesulitan perusahaan dipicu kenaikan bahan baku yang berlangsung setidaknya dalam setahun terakhir. Akibatnya harga jual produk menjadi tinggi, sehingga produk sulit diserap pasar.

Promosi BRI Kantor Cabang Sukoharjo Salurkan CSR Senilai Lebih dari Rp1 Miliar

Kondisi tersebut diperparah kebijakan pemerintah untuk menghapus capping tarif dasar listrik (TDL) 18% dan menaikan bea masuk sebesar 5%. Ketua Bidang Hukum dan Pembelaan Apindo Solo, R Boedijono mengungkapkan sedikitnya 80% dari total 250-an perusahaan di Solo telah menyatakan kesulitan menjalankan produksi karena terkendala berbagai persoalan tersebut. Untuk itu, efisiensi perlu dilakukan.

“Sudah rasan-rasan. Sekitar 80% menyatakan kesulitan dan akan mengambil langkah efisiensi. Efisiensi ini bisa macam-macam, sampai pada pilihan merumahkan karyawan dan PHK,” tegas Boedi, saat dijumpai wartawan, di PT Iskandar Tex, Rabu (9/2).

Menurut Boedi, langkah-langkah efisiensi yang diterapkan perusahaan seperti mengefektifkan penggunaan jam kerja karyawan, mengurangi volume produksi, dan memangkas anggaran di luar produksi seperti untuk keperluan corporate social responsibility (CSR). Langkah lain yang krusial dan telah dijalankan perusahaan adalah merumahkan karyawan. Sedangkan langkah PHK, diharapkan dia, tidak menjadi pilihan utama.

Salah satu perusahaan yang telah merumahkan karyawannya adalah PT Iskandar Tex. Perusahaan yang bergerak dibidang tekstil itu merumahkan sekitar 100 orang karyawan, dari total 1.025 karyawan, secara bergilir sejak awal tahun ini. Seratusan karyawan tersebut masuk dalam bagian printing.

Direktur PT Iskandar Tex, Bambang Setiawan mengatakan langkah merumahkan karyawan diambil menyusul kondisi pasar yang lesu, terjadinya kenaikan bahan baku benang dikisaran 60%-70%, dan melonjaknya harga minyak dunia. Kondisi itu diperparah wacana kenaikan biaya listrik akibat penghapusan <I>capping<I> TDL 18%.

“Kalau sampai capping dihapuskan, beban biaya listrik kami bisa naik 31%. Ini akan mempersulit keadaan kami, di tengah harga bahan baku yang naik dan pasar yang kini lesu. Mau tak mau, kami harus merumahkan karyawan, agar usaha tetap jalan, pabrik tidak tutup. Bagian printing saat ini nyaris tak ada pekerjaan,” papar Bambang.

Lebih jauh, dia menyebut, karyawan yang dirumahkan tetap berhak menerima upah 50% dari upah normal. Merekapun tidak dirumahkan selamanya. Sepanjang ada permintaan, Bambang memastikan 100 orang tersebut akan dipanggil untuk bekerja kembali. Dia menegaskan, langkah merumahkan karyawan adalah langkah paling rasional di tengah kondisi usaha yang menyulitkan seperti saat ini. Bambang berharap pemerintah mengambil sikap bijak untuk membantu menyelamatkan kondisi perusahaan.

Di sisi lain, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Solo, hingga saat ini belum menerima aduan mengenai PHK karyawan. Kepala Dinsosnakertrans, Singgih Yudoko menyampaikan hal itu, saat ditemui Rabu. “Sampai sekarang belum ada. Di tahun 2010, ada sekitar 10-12 perusahaan, namun itu hanya karena masalah biasa, seperti tidak disiplin dalam bekerja dan mengundurkan diri. Satu perusahaan pun paling-paling hanya satu sampai dua orang,” jelas dia.

tsa

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya