SOLOPOS.COM - SDN Carangan merupakan salah satu SD negeri yang mendapatkan jumlah siswa di PPDB 2023 kurang dari lima siswa. (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO–Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Solo, Abdul Haris mengakui SD negeri belum bisa menyerap calon siswa dari keluarga miskin (Gakin) secara maksimal meski kuota SD negeri tahun ini untuk kelompok Gakin sudah ditambah hingga 50%.

Hal itu menyusul sejumlah SD negeri di Kota Solo minim siswa yang mendaftar dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023.

Promosi Cerita Klaster Pisang Cavendish di Pasuruan, Ubah Lahan Tak Produktif Jadi Cuan

Data yang diperoleh Disdik Solo dengan menyandingkan data pokok pendidikan (Dapodik) dan E-SIK Dinsos Kota Solo menunjukkan lulusan TK dengan kategori sangat miskin (P1) 759 anak, miskin (P2) 28 anak, dan rentan miskin sebanyak (P3) 2173 anak.

“Maka [kouta] Gakin kami tambah, ternyata SD itu dari kouta [yang disediakan], sedikit sekali [terserap], kemungkinan masuk swasta. Kalau yang SMP negeri itu banyak terisi dari Gakin,” kata dia, Jumat (7/7/2023).

Pihak Disdik, jelas dia, mendorong bagi calon siswa dari kelompok gakin untuk mendaftar di sekolah negeri. Terlebih, dia memastikan bagi calon siswa yang ingin masuk sekolah negeri tidak dipungut biaya sama sekali.

“Jangan sampai yang tidak mampu sekolah di swasta, kita kasian [karena harus bayar],” kata dia.

Langkah itu bisa menjadi alternatif bagi sekolah negeri agar tetap mendapatkan siswa dan sekolah swasta tidak lagi terganjal masalah penunggakan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).

Dengan begitu, dia mengatakan perlu ada kolaborasi antara sekolah negeri dan sekolah swasta untuk memastikan seluruh anak mendapatkan sekolah.

“Jadi swasta dan negeri tidak perlu saingan. Bagi saya sebenarnya sekolah negeri itu rombel [rombongan belajar] berkurang tidak masalah. Tapi tetap kita ambil tengah-tengah, negeri tidak kita tekan terus karena masyarakatnya ada pengin ke negeri,” kata dia.

Sebelumnya, SDN Carangan Baluwarti Solo baru menerima 3 siswa dalam jalur zonasi dalam PPDB 2023. Padahal, tahun sebelumnya menerima 11 siswa.

“Nanti totalnya mungkin empat kalau ditambah dengan rekomendasi dari PLDPI bakal ke sini. Tapi kalau dengan pindahan itu hampir 12 siswa di kelas atas, bukan kelas satu,” kata Kepala SDN Carangan, Martono kepada Solopos.com, Jumat (7/7/2023).

Namun Martono mengakui kali ini SD yang dia pimpin itu memang minim peminat pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini. Faktor utamanya pihaknya harus bersaing dengan sekolah-sekolah swasta yang ada di Baluwarti.

“Sekarang kan saat ini tuh kalau saya merasakan hidup enggan mati tak mau. Untuk SD Negeri dari pemerintah kan apa-apa gak boleh, padahal dari orang tua kan maunya ada LKS atau buku dari sumber lain. Tapi tidak boleh, harus dari buku paket itu saja,” lanjut dia.

Sehingga, menurutnya hal itu membuat orang tua kurang minat ke negeri. Padahal ada keharusan untuk bersaing dengan swasta yang memiliki buku dan sumber daya pengajar yang lebih mumpuni . Dia mengatakan SDN Carangan saat ini dikepung oleh sekolah-sekolah swasta.

“Sedangkan di lingkungan kita ini swastanya ada empat. Kita kalah dengan swasta dari sumber dayanya dan sarana prasarana. Kita mau bersaing apa kalau modalnya hanya buku paket saja,” kata dia.

Menurutnya akan berbeda kalau ada variasi buku pembelajaran yang dibolehkan. Misal ada buku saku, buku LKS, atau buku pendamping lain dengan begitu makin banyak yang akan diserap oleh siswa.

“Untuk meningkatkan kecerdasan anak mestinya tidak hanya dari sumber buku paket saja, ada sumber-sumber lain yang diperbolehkan oleh dinas. Tapi kan tidak boleh, itu mau dikelola saja tidak boleh,” kata dia.

Dia mengatakan saat ini ada empat sekolah swasta yang ada di Baluwarti, Pasar Kliwon, seperti SD Muhammadiyah 21, SD Muhammadiyah 24, SD Kasatrian, dan SD Sunan Kalijaga. “Kita kalah semua,” kata dia.

Menurutnya selain banyak warga sekitar memilih menyekolahkan anaknya ke swasta, zonasi turut menjadi faktor SDN Carangan sepi peminat. Menurutnya kalau pihaknya diberikan kebebasan mengelola sekolah tanpa dibatasi zonasi, bakal bisa mendapatkan murid yang banyak.

“Masalah murid dapat banyak atau sedikit itu kan yang mengatur pemerintah lewat zonasi, kalau kita diberikan kebebasan kaya dulu lagi, saya kira akan banyak, kita punya strategi untuk mendapat murid. Tapi zonasi kan sudah ditentukan kita tidak bisa apa-apa,” kata dia.

Menurutnya keterbatasan menerima siswa lantaran peraturan zonasi itu membuat SD Negeri tidak bisa berkembang dan bersaing dengan swasta. Hal ini berbanding terbalik dengan Swasta yang relatif memiliki kebebasan untuk mengelola sekolah.

“Sedangkan swasta malah dibebaskan, mereka dapat BOS [dana operasional sekolah] dan diperbolehkan menarik [dana] dari orang tua, dan sumbangan masih boleh,” kata dia.

Sedangkan SD Negeri, menurutnya tidak boleh menerima uang kecuali dari dana BOS yang diberikan pemerintah. Dia mengatakan per tahun satu anak hanya mendapat dana BOS senilai Rp900.000.

“Padahal dalam satu tahun, kebutuhan per anak minimal itu Rp 1.4 juta, la yang Rp500.000 dari mana. Maka akhirnya kita irit-irit, yang penting cukup,” kata dia.



Hal menjadi kendala mengingat siswa dari SDN Carangan kebanyakan berasal dari keluar menengah ke bawah. Dia mengatakan Sumber daya yang kurang memungkinkan pembelajaran menjadi tidak maksimal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya