SOLOPOS.COM - Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan tanggapan atas wacana perubahan sistem pemilihan umum dari proporsional terbuka ke tertutup yang diusulkan PDIP.

Menurut SBY, lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan yang dimilikinya dan kemudian melakukan perubahan sangat mendasar yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat secara keseluruhan.

Promosi Selamat! 3 Agen BRILink Berprestasi Ini Dapat Hadiah Mobil dari BRI

“Saya mulai tertarik dengan isu penggantian sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Informasinya, Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memutus mana yang hendak dipilih, kemudian dijalankan di negeri ini. Sebelum yang lain, dari sini saya sudah memiliki satu catatan,” katanya dalam keterangan diterima Antara di Jakarta, Minggu (19/2/2023).

SBY mengatakan sangat mungkin sistem pemilu Indonesia bisa disempurnakan karena melihat sejumlah elemen yang perlu ditata lebih baik.

Namun, kata dia, hendaknya penyempurnaannya hanya bergerak dari terbuka-tertutup.

Dalam tatanan kehidupan bernegara yang baik dan sistem demokrasi yang sehat, kata dia, ada semacam konvensi baik yang bersifat tertulis maupun tidak.

“Apa yang saya maksud, jika hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental, misalnya konstitusi, maka bentuk negara, sistem pemerintahan, dan sistem pemilu pada hakikatnya rakyat perlu diajak bicara, perlu dilibatkan. Ada yang menggunakan sistem referendum formal maupun jajak pendapat yang tidak terlalu formal,” ucapnya.

SBY menyatakan, mengubah sistem pemilu itu bukan keputusan dan bukan pula kebijakan biasa, yang lazim dilakukan dalam proses dan kegiatan manajemen nasional.

Bagaimana pun, menurut SBY, rakyat perlu diajak bicara. Semua pihak harus membuka diri dan mau mendengar pandangan pihak lain, utamanya rakyat.

“Mengatakan ‘itu urusan saya dan saya yang punya kuasa’, untuk semua urusan, tentu tidaklah bijak. Sama halnya dengan hukum politik ‘yang kuat dan besar mesti menang, yang lemah dan kecil ya harus kalah’, tentu bukan pilihan. Hal demikian tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang kita anut bersama,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya