SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta — Ratusan sandal jepit yang disumbangkan untuk Kapolri dinilai sebagai simbol ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Hal ini muncul atas akumulasi penegakan hukum yang tidak mencerminkan keadilan.

“Masyarakat butuh keadilan. Tetapi karena institusi ini tidak bisa lagi memberikan keadilan maka masyarakat jenuh dan muak. Alhasil masyarakat mencari jalannya sendiri lewat simbol pengumpulkan sandal tersebut,” kata Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Alvon Kurnia saat berbincang dengan detikcom, Rabu, (4/1/2011).

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

Aksi spontan ini bukanya datang dengan tiba-tiba. Tetapi merupakan akumulasi dari berbagai penegakan hukum di Indonesia. Seperti penegakan HAM, pemberantasan korupsi, kasus Bima, kasus Mesuji, kasus Aceh dan sebagainya. Perasaan ketidakadilan ini akhirnya membuncah dan menghasilkan gerakan Sandal untuk Kapolri.

“Di satu sisi, maling ayam dihukum 1 tahun penjara. Tapi disisi lain, korupsi miliaran rupiah cuma dihukum 1,5 tahun penjara. Ini kan paradoks. Ini yang membuat masyarakat mengambil caranya sendiri,” terang Alvon.

Padahal dalam kasus yang menyangkut anak-anak, polisi harus mengedepaankan dialog sebelum membawa kasus ini ke pengadilan. Namun yang terjadi polisi tidak melaksanakan hal tersebut. Bahkan, polisi menganiaya anak hingga luka.

“Agar tidak terulang hal seperti ini, maka polisi harus memperbaiki diri, evaluasi dan memperbaiki citra. Jika tidak maka jangan harap masyarakat akan percaya kepada mereka,” tuntas Alvon.

Kisah ini bermula pada November 2010 ketika AAL bersama temannya lewat di Jalan Zebra, Palu, Sulawesi tengah. Saat melintas di depan kost Briptu Ahmad Rusdi, AAL melihat ada sandal jepit, ia kemudian mengambilnya. Suatu waktu pada Mei 2011, Polisi itu kemudian memanggil AAL dan temannya.

Selain diinterogasi, AAL juga dipukuli dengan tangan kosong dan benda tumpul. Kasus ini bergulir ke pengadilan dengan mendudukkan AAL sebagai terdakwa pencurian sandal. Jaksa dalam dakwaannya menyatakan AAL melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 362 KUHP tentang Pencurian dan diancam 5 tahun penjara.

Sementara itu, Polda Sulteng telah menghukum polisi penyaniaya AAL. Briptu Ahmad Rusdi dikenai sanksi tahanan 7 hari dan Briptu Simson J Sipa yang dihukum 21 hari.

Sementara itu, Mabes Polri menggelar jumpa pers terkait kasus AAL. Mabes Polri menegaskan, kasus AAL masuk ke pengadilan atas permintaan orangtua AAL sendiri. Mabes Polri juga bersedia menerima sandal sumbangan masyarakat dari posko di KPAI tersebut dan akan mendonasikan kepada yang membutuhkan. detikcom

sumber foto: Detikcom

sumber foto: Detikcom

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya