SOLOPOS.COM - Ilustrasi tradisi Sadranan Tenongan di Permakaman Puroloyo, Tunggulsari, Sukabumi, Cepogo, Boyolali, (Burhan Aris Nugraha/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Sadranan alias nyadran menjadi salah satu tradisi yang masih kental dilestarikan masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah.

Biasanya nyadran dilakukan pada masa menjelang bulan ramadan. Di luar waktu tersebut masyarakat Jawa juga terbiasa melaksanakan kegiatan nyadran pada penanggalan tertentu, contohnya saat Syakban.

Promosi BRI Pastikan Video Uang Hilang Efek Pemilu untuk Bansos adalah Hoaks

Melansir dari laman iain-surakarta.a.c.id, Senin (27/2/2023) dalam tulisan berjudul Pendidikan Nilai dan Karakter dalam Tradisi Sadranan karya Rohim Habibi, dalam kegiatan nyadran, masyarakat Jawa akan berkirim doa kepada para leluhur yang telah tiada untuk memohonkan ampun atas dosa-dosanya.

Tradisi yang satu ini merupakan sebuah campuran antara budaya lokal dengan nilai-nilai yang ada dalam agama Islam. Diceritakan menurut sejarah, Sadranan merupakan kegiatan yang biasanya dilakukan oleh umat Hindu dan Buddha sekitar abad ke-15.

Pola kegiatan dari tradisi Sadranan mulai mengalami perubahan ketika Islam mulai diperkenalkan di Jawa oleh para wali sanga.

Dahulu, ritual Sadranan condong kepada aksi pemujaan roh. Namun seiring berkembangnya agama Islam, masyarakat memahami bahwa sebuah permohonan hanya dapat dibuat melalui Tuhan Yang Maha Esa.

Siapa yang sangka jika meleburnya budaya dan agama ini dapat menyatukan perbedaan yang ada di tengah masyarakat Jawa pada masa itu. Sadranan yang dikenal juga sebagai tradisi ruwahan menjadi sarana bagi mereka untuk berkumpul bersama di makam leluhur dengan satu niat yang sama.

Ritual dimulai dengan kegiatan membersihkan makam pada sore harinya. Dalam hal ini seluruh keluarga harus terlibat dan ikut membersihkan makam.

Kemudian dilanjutkan dengan menggelar selamatan atau kenduri pada area kosong yang ada di sepanjang jalan menuju makam.

Kegiatan selamatan atau kenduri biasanya diumumkan dengan pengeras suara yang ada di masjid atau musala di sekitar wilayah tersebut. Seluruh masyarakat beserta keluarga mereka diharap bisa berkumpul dengan membawa makanan dari rumah.

Tak ada ketentuan jenis makanan yang harus dibawa sehingga akan tampak lebih beragam.

Menariknya, dikutip dari laman resmi pemerintah Jawa Tengah, jatengprov.go.id, di beberapa daerah, seperti di Jawa Tengah bagian utara bahkan masih terdapat pantangan untuk mencicipi makanan yang dimasak untuk prosesi Sadranan.

Pemimpin atau tokoh masyarakat kemudian akan mengawali acara dengan menyampaikan terima kasih atas berkat yang telah dibawa masing-masing keluarga dari rumah sebelum doa bersama dilakukan. Jika dilihat, tradisi ini memang dikemas seperti halnya kegiatan kajian atau pengajian.

Berlanjut ke prosesi kenduri, para peserta akan melantunkan ayat Al-Qur’an serta berselawat. Tak lupa bacaan tahlil dan doa tahlil sebagai penghantar bagi leluhur agar diberikan tempat terbaik di surga.

Masyarakat Jawa biasanya juga mempersiapkan persembahan berupa kue apam, kolak, dan ketan yang konon menjadi landasan ritual doa di kala prosesi nyadran.

Ketiga jenis makanan tersebut kemudian disiapkan ke dalam sebuah wadah yang terbuat dari daun pisang dan ditusuk sepotong lidi di ujung kanan dan kirinya. Tak hanya sebagai persembahan, sajian tersebut juga dijadikan hantaran untuk dibagikan kepada saudara yang lebih tua.

Tak sekadar rangkaian ritual, kita dapat memaknai tradisi nyadran melalui sudut pandang yang lain. Hampir seluruh prosesi dilakukan secara bersama-sama sehingga terdapat budaya gotong-royong dalam tradisi nyadran.

Nilai-nilai kebersamaan, kerukunan, dan kerja sama juga tampak dalam sebuah tradisi nyadran. Tradisi ini tak hanya diperuntukkan bagi umat Islam.

Sering kali masyarakat antaretnis dan agama berkumpul untuk memanjatkan doa bersama-sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya