SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

MALANG: Jika Rancangan Pemerintah (RPP) Pengendalian Produk Tembakau disahkan menjadi peraturan pemerintah (PP), bisa berdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran karyawan pabrik-pabrik rokok (PR) yang ada di Kab. Malang.

Djaka Ritamtama, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Malang, mengatakan RPP tersebut jelas merugikan industri rokok di Kab. Malang. Saat ini, PR yang beroperasi di Kab. Malang tercatat sebanyak 194 PR dengan 35.000 tenaga kerja (TK).

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Tapi saya yakin RPP tersebut tidak jadi ditetapkan menjadi PP, setidaknya dalam waktu dekat ini. Pasalnya jika RPP tersebut disahkan, dampak sosial-nya akan terlalu besar,” kata Djaka Ritamtama di Malang, hari ini.

Kalangan industri rokok –termasuk yang ada di Kab. Malang, dia nilai, masih belum siap jika RPP tentang Tembakau disahkan. Hampir dipastikan banyak PR berguguruan, bangkrut, jika RPP tersebut tetap disahkan menjadi PP.

“Tapi dalam jangka panjang, hal itu tetap perlu diantisipasi. Sebab mengacu road map industri tembakau, mulai 2015, orientasi pemerintah dalam menangani industri tembakau memang lebih menonjol pada aspek kesehatan, baru kemudian aspek penerimaan pendapatan negara serta aspek penyerapan tenaga kerja.”

Karena itulah, menurut dia, Pemkab Malang telah mengantisipasi kebiajakan tersebut dengan memberikan pelatihan keterampilan kerja kepada karyawan PR dan keluarga mereka serta masyarakat sekitar PR. Pelatihan itu perlu diberikan mengantisipasi jika PR tersebut tutup karena tidak sesuai dengan regulasi yang ditetapkan pemerintah.

“Pelatihan itu sudah kami sejak 2009 dengan dana yang bersumber dari dana bagi hasil cukai. Tapi berapa orangn yang telah kami latih, kami tidak hafal angkanya.”

Sementara itu, terkait dengan pelaksanaan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) atau perdagangan bebas ASEAN-China, menurut dia, sampai saat ini masih belum berdampak pada perusahaan-perusahaan di Kab. Malang dengan adanya aksi PHK sepihak.

Hal itu bisa terjadi karena perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah tersebut kebanyakan PR dan industri berskala kecil. Sebagian lagi perusahaan besar namun kepemilikan melibatkan asing, seperti usaha benih PT Dupont dan peralatan kesehatan PT Otsuko.

Perusahaan-perusahaan kecil tidak terlalu terkena dampak ACFTA karena pemasaran mereka juga terbatas dan mapan, yakni di sekitar Malang. PR juga tidak terpengaruh ACFTA karena pangsa pasarnya juga sudah jelas. Yang berpengaruh justru regulasi-regulasi yang ditetapkan pemerintah sendiri.

Begitu juga dengan perusahaan-perusahaan besar yang sebagian besar sahamnya dimiliki asing. Pemasaran produk-produk mereka sudah jelas, sudah mapan. Produk-produk mereka banyak yang pula yang diekspor. Terkait peran lembaga tripartite untuk memantau kemungkinan terjadi PHK sepihak oleh perusahaan, menurut dia, peran lembaga tersebut sudah baik., terutama peran dari serikat pekerja.

Mereka secara kontinyu memantau perusahaan, mengamati barangkali mereka melakukan kebijakan PHK terhadap pekerjanya secara sepihak. Seperti diberitakan harian ini, Kemenakertrans meminta lembaga tripartite untuk meningkatkan komunikas secara intensif, seiring dengan indikasi terjadinya PHK secara sepihak dalam dua bulan terakhir yang mencapai sekitar 60.000 orang.(Bisnis Indonesia/JIBI/Choirul Anam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya