SOLOPOS.COM - Panglima Kodam II/Sriwijaya Mayjen TNI Hilman Hadi (kedua kiri) didampingi Danyonif 142/KJ Letnan Kolonel Inf Esnan Haryadi (kiri) memeriksa pasukan saat upacara penyambutan Satgas Pengamanan Perbatasan Papua Nugini Yonif Raider 142/Ksatria Jaya di Pelabuhan Boom Baru Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (21/5/2023). Sebanyak 400 prajurit Batalyon Infanteri (Yonif) 142/Ksatria Jaya Kodam II/Sriwijaya telah tiba di Palembang usai melaksanakan tugas pengamanan perbatasan RI-Papua Nugini selama 14 bulan. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/YU

Solopos.com, JAKARTA — Dewan Eksekutif Setara Institute Hendardi menyoroti revisi UU TNI yang tengah dibahas saat ini kental dengan upaya memperluas peran militer di ranah sipil. 

Dia menuturkan hal itu tercermin dari pembahasan rencana penambahan komando daerah militer (kodam) di 38 provinsi di Indonesia oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertahanan dan TNI Angkatan Darat (AS), yang terus berlanjut menambah pelik persoalan agenda reformasi militer.

Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, ke Depan Lebih Fokus Hadapi Tantangan Domestik

Dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/5/2023), Hendardi menilai agenda reformasi militer baru-baru ini juga memiliki gangguan serius melalui materi usulan perubahan dalam revisi UU TNI.

“Substansi yang diajukan maupun dampak yang dihasilkan dari 2 wacana ini kontradiktif dengan upaya penguatan pertahanan menghadapi kompleksitas ancaman dan peningkatan profesionalitas militer,” katanya, mengutip Bisnis.com.

Dalam konteks revisi UU TNI, hal tersebut terlihat dalam perluasan cakupan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) pada Pasal 7 ayat (2) dan jabatan sipil bagi prajurit aktif pada Pasal 47 ayat (2). 

Sementara, dalam hal penambahan kodam terlihat melalui pembentukan struktur TNI yang mengikuti struktur administrasi pemerintahan hingga ke daerah, sehingga TNI semakin dekat dengan peran-peran sipil di daerah.

Struktur TNI mengikuti struktur administrasi pemerintah tersebut juga, katanya, bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) UU TNI sebagaimana dijelaskan pada bagian penjelasannya.

“Dengan kondisi demikian, dua wacana ini secara nyata memiliki dampak legitimasi perluasan peran militer di ranah sipil dari tingkat pusat (melalui revisi UU TNI) hingga ke tingkat daerah (melalui penambahan kodam),” kata Hendardi.

“Dua puluh lima tahun reformasi, salah satunya mengenai reformasi militer, nyatanya belum cukup membawa konsistensi perubahan dalam agenda reformasi militer,” lanjutnya.

Atas dasar itu, Setara Institute memiliki empat catatan: 

(1) Agenda reformasi TNI seharusnya semakin mendorong TNI untuk benar-benar konsisten dan memfokuskan diri untuk penguatan bidang pertahanan negara.

Terutama dalam menghadapi ancaman dari luar, terlebih dengan kondisi global yang berada di era VUCA atau volatility (volatilitas), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kompleksitas), ambiguity (ambiguitas. 

Dikatakan, ketidakpastian ancaman ke depannya dapat terjadi, sebagimana dunia dikejutkan dengan pandemi dan konflik Rusia-Ukraina.

Dengan kondisi demikian, seharusnya membuat TNI mengutamakan orientasi ke luar dalam paradigma pertahanan negara.

(2) Wacana revisi UU TNI dan penambahan kodam bukan hanya belum memperlihatkan urgensi pelaksanaannya, tetapi juga seakan memperlihatkan minimnya visi dan desain modernisasi pertahanan dalam menjawab tantangan kondisi global. 

Basis argumen yang disampaikan ke publik pun tidak relevan antara tujuan dan implementasi, yakni penguatan pertahanan menghadapi ancaman, tetapi dengan cara perluasan peran militer di ranah sipil.

(3) Dalam situasi damai, meskipun dinamika ancaman semakin berkembang, seharusnya penguatan pertahanan dilakukan dengan cara-cara yang modern, diantaranya pemanfaatan teknologi pertahanan, bukan dengan pengulangan cara-cara konvensional. 

Selain itu, akan lebih efektif juga jika penempatan Kodam difokuskan di daerah perbatasan maupun terluar guna memastikan pertahanan dan kedaulatan negara. 

(4) Mengingat dinamika global dan ancaman pertahanan dari luar yang semakin berkembang, Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU sebagaimana amanat konstitusi semestinya mendorong agar TNI memperkuat kapasitas prajurit maupun kelembagaan, baik dengan penguatan alutsista, penguatan skill tempur prajurit, latihan militer gabungan, update teknologi untuk penguatan pertahanan, hingga peningkatan kesejahteraan prajurit.

 

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Revisi UU TNI, Setara Institute Soroti Perluasan Peran Militer di Ranah Sipil”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya