SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Episode anak-anak muda kaya seperti cerita Gayus H Tambunan belum berakhir. Namun, kali ini pemeran utama sudah berganti, bukan Gayus lagi.

Promosi Safari Ramadan BUMN 2024 di Jateng dan Sulsel, BRI Gelar Pasar Murah

Sekarang masih dilakukan “audisi” untuk mencari aktor utama dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS) usia muda. Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan sudah mengantongi 10 calon yang sudah lolos seleksi awal.

Mereka, usianya baru dalam kisaran 28-38 tahun, konon sudah mampu memiliki rekening sampai belasan miliaran rupiah. Tentu masih belum bisa dipastikan apakah pundi-pundi itu berstatus haram.

Dari 10 orang peserta audisi itu, PPATK punya calon kuat dua orang karena mereka dianggap memiliki nilai lebih; punya proyek fiktif.

Sayangnya, beauty contest oleh PPATK berhenti sampai proses audisi. Bahkan untuk menyebutkan siapa 10 peserta yang lolos seleksi PNS muda dengan kekayaan terbesar, PPATK tidak kuasa. Apalagi menentukan siapa orang yang terpilih.

“Saya tidak bisa menyebutkan (namanya),” kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso, Rabu 7 Desember, di sela-sela seminar Pidana Pencucian Uang.

Kita tinggal menunggu kelanjutan kerja dari aparat hukum dan instansi terkait di mana PNS itu bekerja untuk benar-benar sampai pada proses pembuatan sinteron anak-anak muda kaya itu.

Elite negeri ini sudah berebut bersuara dengan menyuarakan agar proses audisi cepat diselesaikan. Support itu datang dari gedung parlemen di Senayan, Ketua Mahkamah Konstitusi, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Tidak happy ending
Meski begitu, terus terang ada rasa pesimisme di diri saya bahwa kelanjutan cerita anak-anak muda kaya itu akan berakhir dengan happy ending bagi pemberantasan korupsi di negeri ini.

Alasannya apalagi kalau bukan karena kasus yang membelit Gayus Tambunan—yang kita tonton bersama—akhirnya selesai dengan gitu-gitu doang, tidak ada klimaksnya. Sepertinya tidak berlebihan kalau saya bilang penonton kecewa dengan kasus Gayus.

Gayus seakan menjadi tumbal dari konspirasi besar di dunia perpajakan yang dikendalikan mafia. PNS golongan III itu kini menerima sederet vonis dari meja hijau. Gayus pun harus dibui.

Ya, hanya Gayus ditambah beberapa figuran seperti beberapa perwira menengah polisi, dan pengacara yang harus hidup di balik jeruji.

Di Trunojoyo, markas besar kepolisian, sempat sih terjadi geger-gegeran akibat kasus mafia pajak. Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) ketika itu Komjen Pol Susno Duadji harus berkonflik dengan institusinya sendiri.

Kita tahu semua, Susno terpental dari jabatannya dan harus hadir di pengadilan karena punya kasus hukum di luar urusan mafia pajak.

Ada juga dua polisi bintang satu yang pernah menjadi anak buah Susno, Brigjen Pol Edmon Ilyas dan Brigjen Pol Raja Erizman yang harus meninggalkan jabatannya. Kabar keduanya juga tidak jelas.

Anak buah dan bapak buah di Mabes Polri itu saling serang di media. Bahkan, ketika itu, salah satu dari dua brigjen polisi tersebut berniat melaporkan Susno ke polisi karena dianggap mencemarkan nama baik.

Saya ingat ketika itu, saya memberi judul berita di harian Bisnis Indonesia dengan kalimat “Polisi dilaporkan polisi ke kantor polisi.”

Begitu juga dengan di Gedung Bundar. Jaksa-jaksa kelas menengah saja yang harus bolak-balik ke pengadilan tetapi tidak lagi sebagai penuntut umum melainkan menyandang status terdakwa.

Kembali ke soal kasus mafia pajak. Sebelumnya aparat hukum melansir bahwsa ada lebih dari 140 perusahaan yang berurusan dengan Gayus Tambunan. Dalam daftar klien Gayus itu ada nama-nama besar di dunia usaha, baik konglomerat lokal maupun perusahaan multinasional raksasa.

Tentu kita tidak bisa mengambil kesimpulan bahwa semua korporasi itu kongkalingkong dengan gank Gayus untuk mengemplang pajak.

Cuma, yang tidak habis fikir, kok saya belum pernah mendengar ada perusahaan yang terseret-seret ke meja pengadilan karena terkait dengan praktik mafia pajak yang lebih dari setahun (2009-2010) kita tonton lewat media.

Pengalihan isu?
Lalu saya kok seperti termakan terori konspirasi. Jangan-jangan audisi 10 PNS muda kaya itu pengalihan isu semata. Audisi PNS muda dan kaya muncul pada saat dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin kembali lantang berteriak menyebut nama petinggi partai penguasa itu yang terlibat kasus suap Wisma Atlet SEA Games.

Belum lagi, kasus bailout Bank Century yang semula sepertinya sudah akan masuk ‘peti es’ kini menghangat kembali. Beberapa politisi mulai lagi kasak-kusuk di seputar kasus Century.



Anda boleh saja tidak sependapat dengan kesimpulan awal saya bahwa negeri ini memang negeri sinetron. Saya pun sudah berubah pikiran. Negeri ini bukan negeri sinetron, tetapi negeri komedi.

Ada satu tayangan komedi di TV yang membuat saya berubah kesimpulan. Judul acaranya pas banget untuk menggambarkan kelakuan para petinggi negeri. Raja Gombal, itu judul acaranya. Tonton deh.

JIBI/Bisnis Indonesia/Eries Adlin

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya