SOLOPOS.COM - Sejumlah menteri Kabinet Kerja berjalan menuju ruangan rapat kerja ekspor impor, Rabu (15/4/2015), (Dwi Prasetya/JIBI/Bisnis)

Reshuffle kabinet Jokowi-JK kian santer. Namun dilema lama kembali di depan mata Presiden Jokowi.

Solopos.com, JAKARTA — Memperbanyak menteri profesional, tentu membuat Presiden bakal lebih sulit mendapat dukungan politik. Tapi jika menambah menteri dari partai politik juga susah karena belum tentu memenuhi harapan Presiden.

Promosi BRI Bantu Usaha Kue Kering di Sidoarjo Berkembang Kian Pesat saat Lebaran

Maklum, partai utama pengusung Presiden Jokowi, PDIP, sudah terlalu lama menjadi oposan sehingga minim pengalaman di pemerintahan. Belum lagi lainnya. Kader-kader Partai Hanura, PPP, PKB, dan Partai Nasdem juga masih tergolong baru untuk menentukan kebijakan yang berkaitan dengan seluruh rakyat Indonesia.

Dalam kabinet kerja, ada 14 menteri dari 34 pejabat Kabinet Kerja yang berasal dari parpol antara lain lima menteri dari PDIP, tiga menteri dari Nasdem, tiga dari PKB, dua dari Hanura, dan satu dari PPP. Mereka belum seperti Partai Golkar atau partai-partai lain yang tergolong punya pengalaman menjalankan fungsi sebagai partai pemerintah.

Memang sangat sulit mencari menteri yang benar-benar kredibel dan loyal mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjalankan seluruh program pemerintahannya. Sebagai contoh, elite PDIP sudah menemukan ada sebagian menteri yang tidak loyal lagi kepada presiden.

Kata Masinton Pasaribu, politisi PDIP yang duduk di Komisi III DPR, ada tiga menteri yang ketahuan menjelek-jelekkan Jokowi di depan komunitasnya. Ada satu menteri itu berjenis kelamin perempuan dan dua lainnya laki-laki.
Masinton menegaskan, dua pelakunya antara lain yang sering disebut-sebut sebagai Trio Macan Istana.

Trio macan tersebut sering ditujukan untuk tiga pejabat, yakni Kepala Staf Kepresidenan Luhut Pandjaitan, Seskab Andi Widjajanto dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Bahkan untuk menguatkan tudingan itu, PDIP pun siap membeberkan rekaman suara sumbang menteri-menteri itu. Yang jelas, saat ini memang sudah sangat sulit mengukur loyalitas kepada Presiden.

“Ini seperti makan buah simalakama. Langkah Presiden harus tepat jika ingin melakukan perombakan struktur Kabinet Kerja,” kata Arbi Sanit, pengamat politik kawakan dari Universitas Indonesia, saat dihubungi Bisnis/JIBI, Kamis (2/7/2015).

Pilihan menggandeng menteri dari kelompok partai politik yang dulu mendukung rivalnya dalam Pilpres 2014, Koalisi Merah Putih (KMP), pun juga dinilai sangat rentan. Takutnya, mereka akan lebih pamrih jika dibandingkan KIH karena tidak memiliki utang jasa masa lalu.

Profesional

Dengan demikian, publik sangat berharap Presiden Jokowi berani melakukan lompatan dengan menambah menteri dari kalangan profesional. Namun opsi Jokowi memperkecil jumlah menteri dari parpol pendukung selain PDIP tersebut bukan tanpa risiko.

Bukan tidak mungkin, sejumlah parpol yang kadernya digusur dari kabinet justru membalikkan arah dukungannya. Padahal, Presiden Jokowi sangat memerlukan penguatan dukungan untuk memuluskan kebijakannya.

Kendati demikian, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan pilihan menambah menteri profesional tersebut adalah opsi yang paling bagus diambil oleh Jokowi. Namun demikian, paparnya, reshuffle kabinet kerja bukan merupakan hal yang mudah bagi Jokowi. Ada dilema tersendiri jika mengganti menteri dari parpol maupun profesional.

Yang jelas, dengan situasi yang sudah serba sulit ini, Presiden Jokowi dituntut tepat menggunakan hak prerogatifnya dalam merombak struktur Kabinet Kerja yang belum genap setahun menjalankan tugasnya. Kecuali, Presiden Jokowi memang punya langkah lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya