SOLOPOS.COM - Pria berjalan saat fajar di depan Gedung Parlemen Inggris Winston Churchill, Westminster, London, Jumat (24/6/2016). (JIBI/Solopos/Reuters/Stefan Wermuth)

Referendum Inggris Raya yang memutuskan keluar dari Uni Eropa menimbulkan sejumlah ancaman, termasuk perpecahan.

Solopos.com, LONDON — Warga Inggris akhirnya memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa melalui hasil referendum yang digelar pada Kamis (24/6/2016). Hasil referendum ini sekaligus memaksa Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron mundur dan mengancam proyek unifikasi Eropa.

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

Hasil referendum menunjukkan pro “leave” meraih 51,9% suara dan “remain” mendapatkan 48,1%. Cameron yang memimpin kampanye “remain”, secara emosional langsung menyatakan rencananya mundur sebagai PM pada Oktober mendatang.

“Masyarakat Britania sudah membuat keputusan yang tegas untuk mengambil jalan sendiri, dan saya pikir negara ini butuh kepemimpinan baru terkait keputusan ini,” katanya di depan kantornya seperti dikutip Reuters dari televisi setempat.

“Saya kira sudah tidak tepat bagi saya untuk tetap memegang kendali negara ini ke tujuan yang lain.”

Keputusan keluar dari Uni Eropa berdampak terputusnya akses perdagangan Inggris ke negara-negara yang tergabung dalam pasar bebas Eropa. Inggris harus mencari perjanjian perdagangan baru dengan negara lain di dunia. Inggris juga terancam pecah karena Skotlandia kembali berencana menggelar referendum kemerdekaan. Dalam referendum ini, 2/3 suara dari Skotlandia menginginkan Inggris Raya tetap di Uni Eropa.

Uni Eropa pun terancam secara ekonomi dan politik. Hilangnya Inggris berarti berkurang pula kawasan pasar bebas Eropa sekaligus hilangnya salah satu pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB. Di sisi lain, UE juga akan kehilangan kekuatan ekonominya mengingat Inggris merupakan pemilik GDP keenam terbesar di dunia.

Proses keluarnya Inggris Raya secara resmi akan dilakukan dalam dua tahun. PM Cameron yang menjabat selama enam tahun, menyatakan akan menyerahkan proses tersebut ke penggantinya. Nama yang paling potensial menggantikan posisinya adalah rivalnya dari Partai Konservatif yang juga mantan Wali Kota London, Boris Johnson,

Reaksi hasil referendum ini langsung terjadi hari ini di pasar keuangan global. Nilai tukar poundsterling anjlok lebih dari 10% terhadap dolar AS dan menjadi pelemahan terbesar sejak 1985.

Saham-saham Eropa juga anjlok lebih dari 8% dan menjadi pelemahan harian terbesar sepanjang sejarah. Dana miliaran dolar AS lari dari bank-bank Eropa, khususnya bank-bank yang berbasis di Inggris Raya seperti Royal Bank of Scotland, Barclays, dan Lloyds Banking Group

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya