Solopos.com, JAKARTA — Komisi Anggaran Independen (KAI) dan Yayasan Tifa menilai pemerintahan baru harus efisien dalam menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Komisioner KAI, Sugeng Bahagijo, mengatakan baik APBN 2014 dan RAPBN 2015 mewariskan ruang fiskal yang sangat sempit bagi pemerintahan baru mendatang. Menurutnya, penerimaan negara sangat konservatif terhadap potensinya karena hanya mematok rasio penerimaan pajak sebanyak 12,32% PDB.
Promosi Kisah Inspiratif Ibru, Desa BRILian Paling Inovatif dan Digitalisasi Terbaik
“Rasio itu jauh lebih kecil dari rerata negara sebaya sebanyak 16-20%,” ujar Sugeng Bahagijo dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, pada Kamis (4/9/2014).
Lebih lanjut, terkait polemik subsidi bahan bakar minyak (BBM), Sugeng menilai RAPBN 2015 juga didera terus-menerus oleh beban subsidi energi (termasuk BBM) dan borosnya belanja barang pemerintah. “Jokowi-Jusuf Kalla tidak boleh ‘masuk angin’, terlebih di tengah harapan masyarakat yang tinggi setelah Pemilu,” bebernya.
Dia menambahkan APBN bukan sekadar dokumen teknis, akan tetapi juga merupakan keputusan politik. Menurutnya, Jokowi juga harus mengingat bahwa bagi jutaan warga di desa dan kota, legitimasi, kepercayaan dan dukungan rakyat kepada pemerintah baru dan sistem demokrasi bukanlah tanpa syarat.