SOLOPOS.COM - Ilustrasi/dok

Ilustrasi/dok

JAKARTA—Memasuki tahun politik 2013, partai politik mulai menjaring sejumlah tokoh termasuk artis untuk menjadi caleg dalam Pileg 2014. Artis bisa mendongkrak popularitas, tetapi belum tentu bisa memperbaiki citra partai.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Sebenarnya pemilu 2004-2009 posisi artis masih bisa diandalkan karena fase dominan politik citra, artis betul-betul punya popularitas tinggi dan signifikan menyumbang vote getter. Tapi 2009-2014 semakin tinggi akses informasi publik seperti melalui jejaring sosial, orang sudah mulai beralih dari politik citra kemasan menjadi tipikal tokoh-tokoh transformatif yang meggerakkan dengan kinerja,” kata pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Gun Gun Heryanto saat berbincang dengan detikcom, Selasa (15/1/2013).

“Bahkan posisi artis yang masuk legislasi banyak bermasalah misal masalah pribadi yang kemudian bisa terbebani pada masalah politik, bahkan termasuk kasus Angie yang jadi contoh negatif politisi dari kelompok selebritas ke dunia politik,” lanjutnya.

Menurut Gun Gun, mencalonkan artis dalam Pileg 2014 mungkin hanya akan efektif berlaku di wilayah-wilayah yang masih memiliki persepsi artis dapat mendompleng suara partai tanpa harus melihat kapabiltas sang calon.

“Pemilu 2014 respek publik kepada selebritas sudah rendah, kecuali di wilayah yang masih bisa manfaatkan artis misal wilayah seperti Jawa Barat yang artis masih berpengaruh,” ucapnya.

Gun Gun menuturkan, ada dua klaster bagaimana artis masuk sebagai calon legislatif. “Pertama diisi oleh artis yang sebetulnya hanya vote getters, dia hanya pendulang suara dan itu biasanya ciri dominannya hanya mewakili kepentingan parpol yang basis suaranya rendah sebagai basis popularitas. Klaster ini tidak punya background politisi dan bukan ideolog, terutama dalam kerja politik misal terkait isu-isu politik urusan publik,” jelasnya.

“Kluster ini contohnya di tahun 2009-2014 ini ada nama-nama seperti Eko Patrio atau Primus Yustio yang masih di kluster ini,” lanjutnya.

Kedua adalah klaster politisi yang sebetulnya sedari awal memiliki sense of politics tinggi dan punya pengalaman berintegrasi ke dalam kaderisasi politik. Misal, Wanda Hamidah, Dedi Gumilar, Nurul Arifin dan lain-lain.

“Itu backgorund mereka punya histori dengan partai, bukan hanya pelengkap penderita tapi dia punya peran. Cirinya mereka ikut dalam kaderisasi, direkrut partai, dibina dan dimasukkan ke dalam jabatan pbulik. Klaster kedua ini masih punya kontribusi dan kualifikasi dalam konteks isu-isu publik,” terangnya.

“Tetapi Pemilu 2014 ini, konfigurasi kelompok selebritas sebagai vote getter berintegrasi masuk politik masih tetap akan mewarnai secara dominan,” lanjutnya memprediksi.

Namun, tidak hanya artis yang akan mewarnai kontestasi Pileg 2014. Gun Gun menuturkan ada empat kalangan lainnya yang harus bersaing dengan kalangan artis.

“Kalau saya lihat komposisi dalam legislasi atau eksekutif hasil koalisi ini akan diisi dari 5 komponen yaitu selebritas, mantan birokrat atau milter, mantan aktivis, kelompok kampus atau akademisi dan terakhir pengusaha dengan kekuatan reward dan power jadi lumbung,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya