SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Psikolog penting dilibatkan untuk membantu penyidikan dan penyelidikan

Harianjogja.com, JOGJA – Ilmu Psikologi diharapkan bisa membantu proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan polisi. Hal ini terkait dengan banyaknya kasus diduga orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang makin marak.

Promosi Dirut BRI dan CEO Microsoft Bahas Akselerasi Inklusi Keuangan di Indonesia

Dewan Pakar Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor), Prof. Yusti Probowati mengatakan banyak kasus saat ini mengatasnamakan ODGJ untuk menghindari jeratan hukum. Dia mengisahkan ada salah satu terdakwa saat akan di jatuhi hukuman tiba-tiba melepaskan semua bajunya di ruang pengadilan.

“Padahal dia tidak mengalami gangguan jiwa. Tidakannya ini dilakukan agar bisa keluar dari jeratan hukum saja,” kata Yusti dalam Konferensi III dan Temu Ilmiah Nasional IV Psikologi Forensik dengan tema “Peran Forensik dalam Memenuhi Kebutuhan Penegakan Hukum serta Meningkatkan Derajat Kesehatan Jiwa Masyarakat di Kampus I UAD, Kamis (5/11/2015).

Yusti melanjutkan pernah mendapatkan kasus tentang psikopat yang baik hati. Seorang psikopat memang memiliki kebiasaan lembut dan tidak kasar tapi dia mampu membunuh atau melakukan kekerasan tanpa kenal rasa kasihan.

“Saya pernah mendampingi polisi dalam penuntasan beberapa kasus semacam ini. Polisi bahkan nyaris percaya jika orang yang mampu membunuh ini tidak melakukan hal tersebut. Namun setelah kami lakukan beberapa wawancara rupanya dia memang memiliki dua kehidupan yang berbeda,” jelas Yusti.

Yusti berharap ke depannya ilmu psikologi forensik bisa berkembang dan membantu lebih banyak permasalahan pidana di Indonesia. Sebab masih banyak permasalahan psikologi yang diselesaikan hanya karena melihat kulitnya saja.

Pernah ada kasus kurir narkoba yang memang mengalami keterbelakangan mental. Dia ditangkap dan masuk penjara. Bandar dan penerima kabur. Polisi memutuskna jika kurir itu bersalah.

“Setelah diteliti memang tidak wajar, bayangkan seorang kurir hanya digaji Rp50.000 untuk mengirim narkoba. Selain itu dia juga memiliki riwayat masuk sekolah berkebutuhan khusus. Jadi psikologi bisa membantu menuntaskan kasus yang dipandang janggal,” kata Yusti.

Di sisi lain, Dosen Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Jogja, Hadi Suyono menanggapi soal maraknya hujatan atau umpatan masyarakat di media sosial. Termasuk rencana Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti yang mengeluarkan surat edaran (SE) yang berisi ancaman penindakan bagi tindakan penghujatan.

“Seharusnya aturan dalam bentuk regulasi sebenarnya tidak perlu. Bisa dilakukan dengan membekali netizen agar bisa menyalurkan pendapat mereka secara bijak di media sosial,” kata Hadi.

Hadi menjelaskan, maraknya masyarakat yang mengkritik dan menghujat lewat media sosial merupakan bentuk dari rasa frustasi masyarakat terhadap kondisi yang saat ini terjadi.

Jika dulu wujud frustasi itu dilampiaskan dengan mengkritik dan menghujat lewat aksi turun ke jalan, maka saat ini media sosial menjadi ranah yang paling memungkinkan. Mengingat seiring perkembangan zaman dan teknologi.

“Kekerasan ucapan dalam hal ini menghujat, merupakan bentuk dari agresi verbal. Dengan menghujat, mereka sebenarnya sedang melampiaskan rasa frustasi yang sedang dirasakan,” jelas Hadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya