SOLOPOS.COM - Ilustrasi proyek MRT (Dok/JIBI)

Ilustrasi proyek MRT (Dok/JIBI)

JAKARTA– Proyek pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) dijadwalkan akan mengalami kemunduran dalam pembangunan. Hal tersebut dipicu oleh pro dan kontra masyarakat terkait pembangunan MRT yang dibuat secara elevated (berada diatas).

Promosi Oleh-oleh Keripik Tempe Rohani Malang Sukses Berkembang Berkat Pinjaman BRI

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo membenarkan bahwa saat ini keputusan belum bisa dikeluarkan karena masyarakat belum sinkron dengan maksud pembangunan secara elevated.

Menurutnya pembangunan moda transportasi masal ini jika dibangun secara elevated memiliki pertimbangan biaya yang lebih murah. Dikatakannya, hasil hitungan jika secara elevated subsidi  bisa mencapai Rp 240 miliar per tahun sekaligus membayar cicilan dengan rincian rutenya baru dari Lebak Bulus ke Hotel Indonesia, belum menuju ke Kampung Bandan.

“Kalau semuanya bawah tanah (subway) maka biayanya bisa tiga kali lipat. Nantinya membebani masyarakat lagi,” jelas Jokowi usai Publik Hearing MRT di Balai Kota, Rabu (20/2).

Jokowi sendiri bermaksud agar proyek MRT bisa mulai dilakukan akhir februari tersebut. Akibat keberatan masyarakat tersebut, Jokowi memutuskan untuk membuat tim evaluasi dan kajian yang menggandeng masyarakat.

Adapun maksudnya agar masyarakat bisa terlibat dalam keputusan pembangunan. Selain itu hal lain yang bisa dicapai dari tim kajian tersebut agar masyarakat bisa berpartisipasi. Tim kajian yang melibatkan Pemprov DKI dan PT. MRT akan langsung di kontrol oleh Jokowi.

Dalam perkembangan sebelumnya, Pemerintah Pusat Melalui Menteri Perekonomian mengirimkan surat terkait komposisi cost sharing. Dalam surat tersebut Pemerintah Pusat menyepakati nilai cost sharing dengan porsi 49 % Pemerintah Pusat sedangkan Pemerintah DKI Jakarta mendapat Porsi 51 %.

Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tribudi Rahardjo mengungkapkan biaya eligible cost (pinjaman) proyek MRT mencapai 132 miliar yen, atau setara dengan Rp 15,74 triliun.

“Jumlah itu merupakan 85 %  dari total cost,” ujar Tribudi.

Tarif MRT, lanjutnya, masih dalam proses pembahasan karena skema subsidi dan pola pendanaan memiliki sejumlah alternatif, dengan asumsi penumpang antara 174000-261800 orang per hari.

Jika semua biaya operasional dibebankan kepada penumpang, maka harga tiket menjadi sangat mahal, yakni Rp 34. 940. Tapi, harga bisa ditekan jauh lebih rendah, yakni Rp 8500, dengan catatan keperluan subsidi mencapai Rp 3,1 triliun selama 11 tahun.

“Kalau yang dibebankan ke kami hanya rollingstock, beban subsidi Rp 2,2 triliun selama 20 tahun, dengan asumsi jumlah penumpang tersebut. Harga tiket bisa menjadi Rp 15000,” kata Tribudi.

Dia menambahkan, pilihan alternatif pembiayaan ini masih mungkin berubah, juga tergantung pada kebijakan yang nanti akan diambil oleh Jokowi.

Dalam perkembangannya, pada  APBD DKI 2013 dijelaskan bahwa Pemerintah berencana memberikan hibah Rp 3,1 triliun untuk pembangunan Mass Rapid Transit  (MRT). Sementara itu pinjaman yang diberikan oleh JICA dalam proyek MRT kepada Pemprov DKI adalah sebesar Rp 15 triliun.

Dalam rencana pembangunannya, tahap pertama  yakni Lebak Bulus-Bundaran HI. Sedangkan  jalur MRT terdiri dari 13 stasiun MRT yaitu sebanyak 7 stasiun sepanjang 7 Km berada di atas (elevated) yaitu stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete, Haji Nawi, Blok A, Blok M dan Sisingamangaraja. Sementara itu 6 stasiun sepanjang 6 km berada di bawah tanah yaitu Bundaran Senayan, Istora, Benhil, Setiabudi, Dukuh Atas, Bundaran HI.

Untuk tahap kedua  masih koridor utara-selatan, rencananya stasiun di bawah tanah antara lain Kebon Sirih, Monas, Harmoni, Glodok, Kota dan Kampung Bandan.

MRT Jakarta yang berbasis rel rencananya akan membentang kurang lebih 110,8 Km meliputi dua koridor utama, yaitu koridor Utara-Selatan, terdiri dari(Koridor Lebak Bulus-Kampung Bandan) sepanjang kurang lebih ± 23,8 km dan Koridor Timur–Barat sepanjang kurang lebih ± 87 km.
Tahap II akan melanjutkan jalur Selatan-Utara dari Bundaran HI ke Kampung Bandan sepanjang 8,1 Km.

Transportasi Massal
Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Hermanto Dardak menilai pembentukan tim kajian dirasa penting untuk dijalankan. Menurutnya, saat ini percepatan pembangunan MRT harus segera dijalankan karena bisa mendorong berpindahnya pilihan kepada sarana transportasi masal.

Dijelaskannya juga bahwa keberatan masyarakat terkait elevated harus dikaji ulang. Menurutnya kalau seandainya menggunakan subway maka tarifnya lebih mahal.Untuk itu, transit oriented development ( TOD)  itu menjadi penting.

Transit oriented development (TOD) merupakan salah satu pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang campuran dan maksimalisasi penggunaan angkutan masal seperti busway, kereta api kota (MRT), Kereta api ringan (LRT), serta dilengkapi jaringan pejalan kaki. Sehingga perjalanan terintegrasi dan terhubung.

“Dengan menggunakan sistem TOD diharapkan tarifnya bisa meringankan beban tarif. Dari sistem integrasi bisa meringankan beban tarif karena bisa memperoleh pendapatan.  Rasanya tod merupakan  salah satu pilihan,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya