SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Istimewa/www.stuff.co.nz)

Prostitusi artis muncul di antaranya karena ada upaya mendongkrak tarif PSK melalui pekerjaan sebagai artis.

Solopos.com, JAKARTA — Tertangkapnya Nikita Mirzani (NM) dan PR membuka kembali mata publik terhadap praktik-praktik prostitusi yang diyakini subur di kalangan selebritas. Pekerjaan sebagai artis atau selebritis bukan sebagai target, melainkan sebagai jalan untuk mendongkrak tarif pemain prostitusi.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Pengamat sosial Maman Suherman mengungkapkan praktik prostitusi di kalangan selebritas bukan hal baru. Bahkan, muncikari berupaya memasukkan para pekerja seks komersial (PSK) “asuhannya” untuk mendapatkan status sebagai artis.

“Yang mendatangi itu germo, dia menawarkan agar anak-anaknya ini diberi peran. Meskipun cuma dua-tiga menit tampil, dia sudah bisa disebut artis atau selebritis, dan itu sudah menaikkan tarifnya dia sampai puluhan juta rupiah,” kata Maman dalam dialog yang ditayangkan di TV One, Jumat (11/12/2015) malam.

Pada Kamis (10/12/2015) malam, Bareskrim Polri mengamankan dua pria yang diduga berperan sebagai mucikari prostitusi artis berinisial O dan F di hotel bintang lima di kawasan Jakarta Pusat. “Telah diamankan tersangka O dan F dengan dugaan pelanggaran Pasal 2 UU No. 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,” kata Kasubdit III Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Umar Fana.

Menurutnya, dalam penangkapan tersebut, turut diamankan juga dua artis dan model berinisial NM dan PR yang merupakan korban. “Juga diamankan korban yakni NM dan PR,” ujarnya.

Sementara beberapa barang bukti yang diamankan dalam kasus ini di antaranya rekening koran tersangka, bukti transfer, kondom, dan telepon seluler. Umar menyebut dalam pengungkapan ini, penyidik Polri berpura-pura menjadi calon konsumen. “Saat ditangkap, korban sedang menunggu di hotel,” katanya.

Menurut Maman, yang harus dilakukan polisi saat ini adalah menyelidiki siapa saja yang menjadi pelanggan para PSK di bawah jaringan O dan F. Di tangan para germo, diyakini ada banyak daftar pelanggan.

Sementara itu, pakar hukum pidana, Asep Iwan Irawan, mengkritik penanganan polisi dalam kasus ini, terutama penyematan status korban pada NM dan PR. Asep meyakini keduanya adalah pemain dan bukan korban seperti kata polisi.

“Korban itu kalau di undang-undang karena korban perdagangan. Tapi dia [Nikita dan PR] adalah pemain. Tapi tidak dilarang undang-undang, tidak bisa dihukum, kecuali dia di bawah umur, pelakunya kena pidana. Tapi yang harus diselidiki adalah siapa yang memakai itu, kemungkinan jadi gratifikasi seksual pejabat,” katanya dalam diskusi yang sama ditayangkan TV One.

Hukum di Indonesia memang tidak bisa menjerat pemain prostitusi dengan hukum pidana. Yang bisa dijerat adalah muncikari dengan pidana perdagangan manusia, atau pengguna/pemain dengan pasal perzinahan dengan syarat mereka sudah punya suami/istri.

“Kalau dunia lendir, penikmatnya apakah kena pidana? Kalau yang dijual itu tidak ada pidananya, penggunanya juga tidak. Kalau dia single dengan single, hukum Indonesia tidak mengatur. Kalau sudah punya pasangan, itu juga harus ada pengaduan dari istri atau suami.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya