SOLOPOS.COM - Nyi Hajar Dewantara dan suaminya Ki Hajar Dewantara, keduanya adalah tokoh pergerakan di bidang pendidikan di Indonesia

Solopos.com, JAKARTA–Selain Sujatin Kartowijono, nama Nyi Hajar Dewantara juga memiliki peranan penting dalam peristiwa Kongres Perempuan.

Nyi Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 14 September 1890 dengan nama Raden Ajeng Sutartinah. Nama Nyi Hajar Dewantara diperolehnya setelah menikah dengan Ki Hajar Dewantara, seorang pendiri Taman Siswa.

Promosi BRI Dipercaya Sediakan Banknotes untuk Living Cost Jemaah Haji 2024

Nyi Hajar Dewantara merupakan putri keenam dari Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Sosroningrat dengan R.A.Y. Mutmainah. Ayahnya merupakan putra K.P.A.A Pakualam III sedangkan Ibunya merupakan putri dari KRT Mertonegoro II. Jika dilihat dari silsilahnya, tentu kita tahu bahwa Nyi Hajar Dewantara merupakan seorang keturunan ningrat.

Sebagai keturunan ningrat, tentu dia mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan. Melansir dari dpad.jogjaprov.go.id, Rabu (22/12/2022), pada 1904, Ia menyelesaikan pendidikannya di Europease Lagere School (ELS) dan melanjutkan pendidikannya ke sekolah guru.

Sutartinah kemudian bekerja menjadi seorang guru bantu di sekolah milik Priyo Gondoatmodj0. Setelah 3 tahun berselang, Sutartinah bertunangan dengan R.M Suwardi atau Ki Hajar Dewantara. Keduanya menikah pada 1913. Menjadi istri Ki Hajar Dewantara membuatnya akrab dengan dunia jurnalistik dan politik.

Baca Juga: Sejarah Hari Ibu Tak Lepas dari Pelaksanaan Kongres Pemuda I dan II

Diceritakan, Sutartinah merupakan sosok yang setia mendampingi Suwardi dalam setiap keadaan. Termasuk ketika Suwardi harus dalam masa pembuangan di Belanda. Sutartinah bahkan jauh-jauh pergi menyusul suaminya ke sana.

Kehadiran Sutartinah di Belanda ternyata membawa keberuntungan. Artinya, upaya Suwardi bersama kedua kawannya, Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo (Tiga Serangkai) dalam melakukan propaganda untuk dapat tercapainya cita-cita mewujudkan Kemerdekaan Indonesia dapat terwujud.

Hingga akhirnya Perang Dunia I harus pecah di Eropa. Kehidupan yang semakin sulit membuat mereka harus berpikir bagaimana caranya untuk bertahan. Dalam perjalanan tersebut, Tjipto Mangunkusumo kembali lebih dulu ke Indonesia karena sakit yang dideritanya.

Kemudian Sutartinah, Suwardi, dan Douwes Dekker pergi untuk belajar ke Jerman. Pasangan suami-istri tersebut mendirikan Indonesische Partij. Melalui organisasi tersebut, mereka menyebarkan berita terkait Boedi Oetomo, Sarekat Islam, dan lain-lain yang ada di Indonesia.

Baca Juga: Intip Kisah Sedih Dibalik Perjuangan Sujatin Mewujudkan Kongres Perempuan

Upaya tersebut dilakukan oleh mereka untuk membuka pikiran orang yang ada disekitarnya tentang Hindia-Belanda dan pribumi yang tengah menjadi jajahan. Apa yang mereka lakukan ternyata mampu membebaskan Tiga Serangkai dari hukuman pembuangannya.

Mereka semua kemudian bertolak ke Indonesia dan tiba di Jakarta pada 1915. Karena kondisi tak memungkinkan mereka untuk berkumpul, maka Indonesische Partij kemudian dibubarkan. Lalu, Suwardi dan Sutartinah membentuk organisasi Taman Siswa. Sejak itu pasangan Suwardi dan Sutartinah lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara dan Nyi Hajar Dewantara.

Menurut sejarah, ketika itu Sujatin Kartowijono mendatangi Nyi Hajar Dewantara yang dianggap memiliki kedudukan kuat sebagai tokoh perempuan. Tujuannya adalah untuk meminta dukungan dalam mewujudkan Kongres Perempuan.

Nyi Hajar Dewantara bersama kawannya, R.A Soekonto dan R.A Suyatin kemudian setuju untuk mendukung dan menjadi sponsor pada kegiatan tersebut.

Baca Juga: Biografi Sujatin Kartowijono, Ketua Pelaksana Kongres Perempuan I di Indonesia

Saat itu, Nyi Hajar Dewantara memang tak menjadi ketua kegiatan tersebut. Namun, berkatnya Kongres Perempuan dapat terwujud pada 22 Desember 1928.

Selesai kongres dijalankan, organisasi badan Pemufakatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI). Dalam organisasi tersebut Nyi Hajar Dewantara turut bergabung dan menjabat sebagai komisaris. Ia juga menjadi bagian dari anggota tim redaksi.

Sementara perjalanannya dengan Taman Siswa tak berhenti dan masih terus berjalan. Nyi Hajar Dewantara bersama beberapa anggotanya masih menjadi seorang guru yang teguh dalam upaya memajukan pendidikan di Indonesia. ia bahkan mendatangi satu persatu rumah penduduk untuk memberikan pengajaran.

Jika ada guru yang harus tertangkap karena hal tersebut, maka aka nada sukarelawan lain yang menggantikannya demi terwujud visi dan misi taman siswa. Gayung bersambut, usaha Nyi Hajar Dewantara ternyata menarik perhatian berbagai organisasi di Indonesia. Banyak pihak yang mengajukan diri menjadi relawan dalam ketika harus ada yang tertangkap.

Baca Juga: Kongres Perempuan dan Tercetusnya Hari Ibu 22 Desember

Pada 1960, Nyi Hajar Dewantara turut bergabung mendirikan Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa. Pada 1965 dirinya didaulat menjadi rektor. Nyi Hajar Dewantara tutup usia pada 1971 karena sakit. Baktinya bagi negeri dilakoninya sampai dengan akhir hayat.

Atas jasanya, Nyi Hajar Dewantara ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Kebangsaan dan Kemerdekaan RI sebagaimana Keputusan Menteri Sosial RI No.Pal. 52/61/PK.

Selain itu, dia juga dianugerahi tanda kehormatan Satya Lencana Kebudayaan sesuai dengan Surat Keputusan Presiden RI No. 017/Tk/1968 tertanggal 13 April 1968.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya