SOLOPOS.COM - ilustrasi pembangunan apartemen. (Dok Solopos)

Solopos.com Stories

Solopos.com, SOLO — Memenuhi kebutuhan hunian di Kota Solo ternyata memang tidak mudah. Minimnya ketersediaan lahan dan mahalnya harga tanah tidak memungkinkan untuk membangun rumah subsidi dengan harga kisaran Rp150 juta.

Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, ke Depan Lebih Fokus Hadapi Tantangan Domestik

Di sisi lain, upaya pemerintah menyediakan hunian vertikal berupa rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Kota Bengawan juga kerap dipandang sebelah mata. Hal itu tidak lepas dari stigma kumuh yang kerap disematkan pada rusunawa.

Belum lagi adanya rusunawa yang kondisi bangunannya rusak dan rawan ambruk seperti Rusunawa Semanggi. Di samping itu, menjadi penghuni rusunawa juga harus memenuhi sejumlah persyaratan, di antaranya warga asli Solo (ditunjukkan dengan KTP) serta berpenghasilan rendah.

Syarat itu tentu bukan solusi kebutuhan hunian bagi pekerja dari luar Solo yang bergaji kisaran upah minimum kota (UMK). Dengan kondisi itu, Real Estat Indonesia (REI) Komisariat Soloraya mengusulkan agar Pemkot lebih baik membangun apartemen ketimbang rusunawa.

“Solo itu merencanakan untuk rusun. Tapi dari REI mbokyao jangan rusun. Kalau rusun kan terlalu kumuh. Sehingga REI mengajukan semacam apartemen. Pemkot Solo bisa kerja sama dengan REI, atau kami sendiri untuk apartemen,” jelas Ketua REI Komisariat Soloraya, SS Maharani, saat diwawancarai Solopos.com, Selasa (23/8/2022).

Baca Juga: Mustahil Bangun Rumah Subsidi, Ini Solusi REI untuk Hunian MBR di Solo

Bagi wilayah perkotaan dengan kepadatan penduduk tinggi dan pembangunan masif seperti Solo, hunian vertikat seperti apartemen memang bisa menjadi solusi permasalahan hunian. Bagi kalangan profesional, hidup di apartemen jauh lebih praktis dan efisien.

Kondotel Lebih Laku

Namun demikian, apartemen ternyata juga kurang diminati di Kota Solo. Salah satu apartemen di Kota Solo, yakni Solo Paragon yang dibangun pada 2010 dan terletak di lokasi yang cukup strategis, tingkat penghuniannya hingga Agustus 2022 baru mencapai 70%. Itu pun didominasi kondotel.

“Apartemen Solo Paragon menggabungkan antara apartemen dan kondotel. Namun, justru mayoritas tingkat hunian bukan apartemen melainkan kondotel. Para penghuni ingin lebih praktis dan mudah karena satu unit kamar full perabotan,” ujar Direktur Operasional Solo Paragon, Budiarto Wiharto, saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (25/8/2022).

Baca Juga: Pekerja Bergaji UMK Solo 2022 Ingin Beli Rumah Subsidi? Begini Penghitungannya

Budi menyebut letak wilayah dan tata ruang Kota Solo berpengaruh terhadap tingkat hunian apartemen. Tak hanya itu, Solo bukan kawasan industri yang menyerap tenaga kerja dan tenaga ahli profesional.

Masyarakat di Solo lebih tertarik membeli rumah dibanding apartemen. “Ukuran apartemen hanya 30 meter, jauh lebih sempit dibanding rumah. Lahan tanah bisa di atas 100 meter. Khusus di Solo, masyarakat lebih tertarik membeli rumah dibanding apartemen,” ujarnya.

Sebagian besar penghuni apartemen Solo Paragon merupakan warga luar Solo yakni, pelajar atau mahasiswa yang tengah menuntut ilmu di Kota Bengawan. Selain itu, banyak tenaga ahli perusahaan yang juga menghuni apartemen Solo Paragon.

Baca Juga: Cicilan Rumah Subsidi sampai 50% UMK Solo 2022, Pekerja Harus Putar Otak

Segmen Pasar Apartemen

Budi menyampaikan masing-masing apartemen memiliki segmen market konsumen. Dia membandingkan apartemen lain di Soloraya seperti Solo Urbana Residence di Kabupaten Karanganyar dan The Kahyangan di kawasan Solo Baru, Kabupaten Sukoharjo.

“Beda dengan Solo Urbana yang menyasar para karyawan atau pekerja. Beda lagi dengan The Kahyangan yang segmentasi pasarnya kalangan menengah ke atas karena Solo Baru merupakan pusat bisnis terbesar di Soloraya,” ujarnya.

Disinggung ihwal bukti kepemilikan apartemen, Budi menjelaskan  tanda bukti kepemilikan satuan rumah susun diatur dalam UU No 20/2011 tentang Rumah Susun. Dalam regulasi itu disebutkan ada dua tanda bukti yang berupa sertifikat rumah susun yakni sertifikat hak milik atas satuan rumah susun atau SHM Sarusun dan sertifikat kepemilikan bangunan gedung satuan rumah susun.

Baca Juga: Kisah Pekerja Bergaji UMK Solo Berburu Rumah Subsidi, Sempat Tertarik, tapi…

Seorang warga Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyang, Budi, mengaku sempat hendak membeli apartemen untuk keluarga kecilnya. Namun, ia mengurungkan niatnya dan memilih membeli rumah tapak di wilayah luar Kota Solo dengan harga yang relatif sama.

Selain lebih luas, bangunan rumah lebih banyak menampung beragam perabotan rumah tangga. Dia dan keluarganya juga bisa bersosialisasi dengan warga setempat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya