SOLOPOS.COM - Ilustrasi polisi RW. (Bandung.go.id)

Solopos.com, JAKARTA — Pembentukan Polisi RW di seluruh Indonesia memunculkan pro kontra, selain kekhawatiran menjadi alat politik jelang Pemilu 2024.

Pada Senin (15/5/2023), pembentukan Polisi RW diresmikan di Bandung, Jawa Barat, dan Rabu (17/5/2023) di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Promosi Simak! 5 Tips Cerdas Sambut Mudik dan Lebaran Tahun Ini

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengatakan Polri tengah mengembangkan polisi RW di seluruh wilayah Indonesia, sebagai langkah untuk merealisasikan program satu desa satu Bhabinkamtibmas.

Dalam program Polisi RW, nantinya akan ditempatkan personil kepolisian dari berbagai fungsi kepolisian di setiap RW berdasarkan alamat tempat tinggal masing-masing personel Polri.

“Kami harapkan melalui kehadiran Polisi RW mampu meningkatkan interaksi polisi dengan masyarakat untuk memecahkan masalah bersama di lingkungan RW,” ujarnya.

Orang nomor satu di kepolisian itu menambahkan, untuk memastikan kegiatan polisi RW berjalan optimal di masyarakat, maka seluruh kegiatannya dilaporkan melalui aplikasi Ada polisi. Sehingga dapat menjadi bahan analisa kasatker maupun kasatwil.

Selain, program Polisi RW ke depannya akan kembangkan di seluruh wilayah Indonesia sehingga diharapkan mampu mencakup kebutuhan Bhabinkamtibmas setiap kelurahan atau desa.

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Muhammad Mustofa menyebut bahwa program polisi RW layak diterapkan skala nasional dalam rangka menciptakan keamanan, ketertiban masyarakat sekaligus mendekatkan polisi dan warga.

“Polisi tingkat RW bagus. Namun harus jelas kegiatannya. Ia harus rajin keliling lingkungan secara rutin, mengenal warga dan mengidentifikasi masalah,” kata Mustofa dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (19/5/2023).

Terkait tugas polisi RW, Mustofa memberi catatan agar polisi berbasis komunitas terkecil di masyarakat itu bisa meniru koban, yakni unit terkecil polisi di Jepang yang ditempatkan di daerah.

Menurut dia, dalam bertugas koban berkeliling lingkungan secara rutin. Mengenali setiap warga dan aktifitasnya, sehingga kalau ada orang asing masuk lingkungan tersebut langsung diketahui, terlebih orang asing tersebut membawa harta milik warga setempat, seperti membawa sepeda.

Selain itu, Mustofo berharap kedepannya polisi RW bisa menyerap aspirasi, keluhan bahkan laporan dari masyarakat. 

Langkah tersebut bisa membuat masalah di masyarakat lebih efektif terselesaikan, seperti harapan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, polisi menjadi penyelesai masalah bagi warga.

“Warga juga mudah menghubungi koban kalau ada keluhan atau laporan. Dengan hubungan baik antara petugas dengan warga maka tindak lanjut keluhan atau laporan akan lebih efektif,” ujar Mustofa.

Sedangkan, Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengkritisi wacana pengembangan program polisi RW secara nasional karena secara teknis sekadar bombastis dan tidak realistis.

“Wacana pengembangan Program Polisi RW secara nasional yang dikampanyekan oleh Kabaharkam, menunjukkan kegagalan program pemolisian masyarakat atau community of policing (CoP),” kata Bambang dalam keterangan yang dibagikannya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (19/5/2023).

Bambang menjelaskan bahwa CoP atau pemolisian masyarakat merupakan pembangunan partisipasi masyarakat di bidang keamanan dalam sistem keamanan rakyat semesta.

Pembangunan partisipasi keamanan masyarakat itu, kata dia, ujung tombaknya adalah bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (bhabinkamtibmas).

Program Polisi RW, menurut dia, tak lain mereduksi pembangunan partisipasi keamanan masyarakat dengan ujung tombaknya bhabinkamtibas yang belum berhasil direalisasikan.

Bambang menuturkan bahwa keberadaan bhabinkamtibmas saat ini masih menjangkau 46,4 persen desa/kelurahan di seluruh pelosok Indonesia.

Ia menyebutkan saat ini terdapat 8.506 kelurahan, 74.961 desa di seluruh Indonesia, sedangkan jumlah bhabinkamtibmas sebanyak 38.593 personel, atau baru menjangkau 46,4 persen dari total desa/kelurahan di Indonesia sebanyak 83.147 desa/kelurahan.

Dengan pengembangan Program Polisi RW secara nasional, kata Bambang, artinya akan ada peningkatan jumlah personel kepolisian setingkat bhabinkamtimas sebanyak 10 kali lipat.

Sementara itu, jumlah polisi seluruh Indonesia saat ini tercatat baru 412.818 personel. Dari jumlah itu, sebanyak 21.624 personel bertugas di Mabes Polri.

Program Polisi RW ini akan menempatkan personel dari semua satuan untuk menjadi Polisi RW di lingkungan. 



Hal ini, lanjut dia, sesuai dengan arahan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo. Artinya, bila tidak ada penambahan jumlah personel polisi yang signifikan, akan ada tambahan beban kerja dan tugas baru.

“Padahal, personel yang sudah sudah punya beban di satuannya masing-masing. Makanya, wacana ini secara teknis sekadar bombastis dan tidak realistis,” ujarnya.

Di sisi lain, Bambang khawatir program ini berpotensi menjadi alat politik karena secara konsep seolah baik untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Akan tetapi, tidak secara konsep teori kekuasaan.

“Seperti dalam pendekatan Orwellian, polisi menjadi alat kontrol dan memata-matai aktivitas masyarakat,” katanya.

Terlebih saat ini Indonesia sudah memasuki masa pemilihan umum. Kasus-kasus pengerahan aparat negara dalam pemenangan salah satu kandidat pemilu sudah sering terjadi.

“Harusnya menjadi pembelajaran agar tidak terulang lagi,” kata Bambang.

 

Sumber: Antara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya