SOLOPOS.COM - Ilustrasi kampanye antikekerasan seksual. (rdk.fidkom.uinjkt.ac.id)

Solopos.com, SUKABUMI Predator seksual puluhan anak di bawah umur, Andri Sobari, 32, mendapat pembebasan bersyarat sejak Februari 2023 setelah menjalani sembilan tahun penjara dari 17 tahun vonis yang dijatuhkan pada dirinya, 16 Desember 2014 silam.

Vonis 17 tahun penjara dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sukabumi, Jawa Barat setelah Andri yang memiliki panggilan akrab Emon itu terbukti menyodomi puluhan bocah selama bertahun-tahun.

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

Berikut dokumentasi Solopos.com, Kamis (23/3/2023), tentang kejahatan seksual yang dilakukan Emon hingga membuatnya dipenjara.

Andri Sobari lahir di Sukabumi, Jawa Barat tahun 1990 silam. Di lingkungannya pemuda itu lebih dikenal dengan nama Emon.

Kasus sodomi yang dilakukannya kepada puluhan anak terungkap tahun 2014 silam.

Menurut pengakuan Emon, dirinya mulai melakukan tindakan sodomi kepada anak yang berusia di bawahnya sejak ia berumur 15 tahun.

Setiap melakukan perbuatannya, Emon mencatat atau menuliskan nama-nama korban.

Puluhan korbannnya mengaku disodomi, sisalnya dirayu dan diraba-raba.

Emon menempuh pendidikan dari tahun 2008 hingga tahun 2010 di SMK PGRI 1 Sukabumi dan mengambil jurusan tata niaga.

Emon berasal dari keluarga kurang mampu. Saat kelas II sekolah dasar Emon berdagang cilok bumbu.

Setiap hari Emon membawa satu keranjang cilok. Ketika jam istirahat Emon berkeliling ke tiap kelas. Dia menjual kepada teman-temannya.

Pada 2014 silam, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, Emon merupakan seorang pedofilia karena hanya tertarik secara seksual kepada anak-anak.

Berdasarkan pengakuannya, saat kecil Emon pernah menjadi korban sodomi.

Modus Emon untuk menjerat calon korbannya dengan cara diberi uang.

Ia mengaku melakukan tindakan tersebut karena hasrat seksualnya yang menyimpang.

Berpotensi Mengulangi

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri mengatakan predator anak seperti Emon berpotensi mengulangi perbuatan setelah bebas dari penjara.

Dia menyebut masyarakat perlu waspada terhadap predator anak yang baru bebas. Sebab, pelaku kejahatan seksual terhadap anak seperti Emon berpotensi mengulangi perbuatan.

“Waspadalah. Dalam waktu lima tahun [setelah bebas], sekitar 10-15% predator mengulangi perbuatannya lagi. Setelah 10 tahun [setelah bebas], sekitar 20% menjadi residivis. Setelah 20 tahun [setelah bebas], sekitar 30%-40% memangsa korban lagi,” kata Reza dikutip dari Antara, Kamis (23/3/2023).

Menurut Reza, Emon tergolong sebagai pelaku yang cerdas. Dalam melakukan aksinya, Emon memiliki catatan rinci nama korban, tanggal, dan lokasi kejadian.

Dengan kecerdasannya itu tidak mudah untuk dipastikan apakah perubahan perilaku selama di lembaga pemasyarakatan (LP) merupakan hasil positif pembinaan atau semata kamuflase agar dinilai baik.

“Angka tentang residivis [kejahatan seksual terhadap anak] di atas menunjukkan betapa kemujaraban program rehabilitasi kian menurun seiring perjalanan waktu,” ujar Reza.

Dia melanjutkan untuk mencegah kambuhnya lagi pemerintah perlu memiliki basis data tentang pelaku dan anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual.

Basis data pelaku sebaiknya dibuat open access atau dapat diakses publik sehingga masyarakat bisa waspada.

“Ini bagian dari upaya meningkatkan daya perang kolektif terhadap bahaya kejahatan seksual,” kata Reza.



Kemudian, langkah sederhana yang dapat dilakukan masyarakat dalam mencegah terulangnya kasus Emon, yakni menyebarluaskan foto dan ciri-ciri predator dan memajangnya di tempat-tempt strategi, terutama wilayah yang dikunjungi mereka.

Informasi bebasnya Emon dari penjara sejak Februari 2023 lalu setelah divonis 17 tahun penjara membuat heboh.

Emon bebas murni. Dia diwajibkan lapor secara berkala ke kejaksaan dan kantor polisi.

Sebagai informasi, Emon divonis oleh majelis hakim majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sukabumi pada Selasa (16/12/2014) lalu.

Dia terbuksi bersalah melecehkan dan menyodomi puluhan anak pada 2014. Kendati demikian, jumlah korban Emon diyakini mencapai 120 anak. Selain itu, Emon dihukum denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya