SOLOPOS.COM - Pelajar terlihat berjalan seraya memegang rokok di tangan di kawasan Jebres, Solo, beberapa waktu lalu. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dimaksudkan makin mengurangi dampak negatif tembakau, termasuk mencegah makin banyaknya generasi muda menjadi konsumen produk tembakau. (JIBI/SOLOPOS/dok)

Pelajar terlihat berjalan seraya memegang rokok di tangan di kawasan Jebres, Solo, beberapa waktu lalu. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dimaksudkan makin mengurangi dampak negatif tembakau, termasuk mencegah makin banyaknya generasi muda menjadi konsumen produk tembakau. (JIBI/SOLOPOS/dok)

JAKARTA – Sekretaris Perusahaan PT Wismilak Inti Makmur Tbk Surjanto Yasaputera mengatakan berbagai pembatasan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan itu tidak terlalu berpengaruh pada iklan rokok. Hanya saja, ada penyesuaian terhadap iklan rokok baik di media cetak, elektronik maupun iklan luar ruangan.

Promosi Cuan saat Ramadan, BRI Bagikan Dividen Tunai Rp35,43 Triliun

Menurut dia, perseroan memang telah membatasi sponsor-sponsor untuk acara musik khusus berusia 18 tahun ke atas. Iklan-iklan itu hanya memerlukan penyesuaian materi konten pada masing-masing media. “Pada tahun ini, rencana iklan pasti ada peningkatan dari tahun lalu. Bagaimana cara mendapatkan volume yang ditargetkan oleh perusahaan melalui promosi,” ungkapnya.

Menteri Pertanian Suswono mengatakan jumlah ekspor rokok jauh lebih kecil dibandingkan dengan impornya.
Ekspor tembakau pada Januari—Oktober 2012 mencapai US$136 juta atau turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya US$147 juta. Adapun impor tembakau mencapai US$588 juta atau melonjak dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai US$507 juta. “Potensi dalam negeri masih bisa diserap. Produsen rokok tidak akan kehilangan pasar. Sekarang masih dimungkinkan diserap, apalagi industri masih impor,” ujarnya.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan bahaya tembakau bagi masyarakat terlihat dari konsumsi tembakau yang semakin meningkat. Peningkatan itu sebagian besar diakibatkan oleh iklan, promosi dan sponsor. Seringkali produk tembakau dibagi-bagikan khususnya kepada anak-anak muda. Menurutnya semakin muda seseroang menghisap rokok, akan semakin sulit untuk lepas.

Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/WHO), Indonesia menjadi negara ke-3 dengan jumlah perokok tertinggi di dunia sebesar 36,1% setelah China dan India. Perokok pasif perempuan di Indonesia mencapai 62 juta dan laki-laki 30 juta orang. “Anak balita usia 0-4 tahun terpapar asap rokok sebanyak 11,4 juta anak. Ini sangat berdosa,” ungkapnya.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan biaya yang dikeluarkan untuk berobat akibat rokok pada 2010 mencapai Rp231 triliun. Sedangkan penerimaan negara dari cukai rokok pada tahun yang sama hanya Rp55 triliun. “Bisa dilihat berapa kerugiannya. Yang untung pabrik rokok,” katanya.

Berdasarkan data pengeluaran bulanan rumah tangga perokok termiskin di Indonesia pada 2010, pengeluaran untuk rokok mencapai Rp102.956 atau 11,91% dari pendapatan rumah tangga. Sementara itu, untuk membeli daging hanya sebesar Rp7.759 atau 0,9%, susu dan telur hanya Rp19.437 atau 2,25%, ikan sebesar Rp52.368 atau 6,06%, sayur-sayuran sebesar Rp49.127 atau 5,68%, pendidikan Rp16.257 atau 1,88%, dan kesehatan sebesar Rp17.470 atau 2,02%.

“Jadi, pengeluaran pertama rumah tangga miskin perokok ini adalah untuk membeli rokok,” katanya.

Persentase perokok dari masyarakat termiskin mencapai 35%, sedangkan dari golongan masyarakat terkaya sebesar 32%. Sementara itu, dari total perokok di Indonesia, sebanyak 34,9% dari penduduk berpendidikan tidak sekolah/tidak tamat SD, sedangkan penduduk yang tamat perguruan tinggi sebesar 25,5%. “Kebanyakan perokok ini yang berpendidikan rendah dan miskin,” tegasnya.

Bahkan, ungkap Nafsiah, Indonesia diketahui menjadi negara dengan jumlah perokok ketiga terbanyak di dunia. Hal ini menunjukkan makin banyaknya masyarakat yang merokok, ternyata peningkatan konsumsi tembakau akibat iklan, promosi dan sponsor. “Konsumsi tembakau makin meningkat, sebagian besar karena iklan, promosi, sponsor, misalnya dibagi-bagikan secara gratis,” ujarnya.

Dia menyayangkan hal ini karena semakin muda seseorang mulai merokok maka akan semakin sulit untuk lepas karena adiksinya sudah kuat, sementara itu perempuan yang merokok akan berhenti jauh lebih sulit daripada laki-laki. Iklan rokok seringkali menunjukkan seorang pria yang pemberani, macho, perempuan seksi sehingga mempengaruhi orang yang melihat. Serta jika rokok menjadi sponsor acara musik atau olahraga terkadang dibagi-bagikan secara gratis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya