SOLOPOS.COM - Pekerja Pabrik rokok kretek Mitra Produksi Sigaret (MPS) milik PT HM Sampoerna di Kabupaten Bantul melinting rokok kretek beberapa waktu lalu. Pemberlakukan PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif membuat industri media dan hiburan bersiap-siap mengantisipasi perubahan pola beriklan industri rokok. (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Pekerja Pabrik rokok kretek Mitra Produksi Sigaret (MPS) milik PT HM Sampoerna di Kabupaten Bantul melinting rokok kretek beberapa waktu lalu. Pemberlakukan PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif membuat industri media dan hiburan bersiap-siap mengantisipasi perubahan pola beriklan industri rokok. (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

JAKARTA — Industri hiburan dan media massa mulai berancang-ancang mengamankan bisnis terkait pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif.

Promosi Aset Kelolaan Wealth Management BRI Tumbuh 21% pada Kuartal I 2024

Selama ini publik lebih mengenal peraturan tersebut sebagai Rancangan PP Tembakau. PP ini sudah disahkan dan berlaku sejak 24 Desember 2012 lalu, sebagai peraturan pelaksanaan Pasal 116 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Selama ini, industri rokok menjadi salah satu sponsor besar bagi kegiatan olahraga dan musik. Bagi media massa, iklan rokok juga berkontribusi cukup signifikan terhadap belanja iklan setiap tahun. Pelaku usaha meyakini pengesahan RPP Tembakau akan berdampak terhadap industri hiburan, karena aturan baru tersebut cukup ketat mengatur promosi hingga kegiatan sponsor perusahaan rokok.

Asmono Wikan, Direktur Eksekutif Serikat Perusahaan Pers (SPS), mengatakan aturan mengenai rokok tersebut akan memengaruhi pola beriklan perusahaan di media massa. “Mungkin saja ada peralihan tren, produsen rokok yang awalnya memberikan porsi besar beriklan di media menjadi mengubah strategi promosi menjadi sponsor kegiatan,” ujarnya kepada Bisnis.com, Jumat (11/1/2013).

SPS memrediksi iklan rokok berkontribusi sekitar 5%—10% terhadap realisasi belanja iklan 2012 sekitar Rp90 triliun. Kontribusi iklan rokok hampir sebanding dengan beberapa industri besar lainnya, seperti sektor telekomunikasi dan barang konsumsi. Namun, Asmono belum bisa mmrediksikan penurunan iklan rokok terhadap kontribusi terhadap kue iklan secara keseluruhan. Ada kemungkinan perusahaan rokok juga mengatur volume berpromosi di media massa guna menyesuaikan dengan aturan baru tersebut.

Menurutnya, tren materi iklan rokok di media massa pun sebenarnya terus berubah dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan konsumen media. Dia mencontohkan rata-rata materi iklan rokok di media massa tidak lagi menggambarkan produk ataupun visualisasi kegiatan merokok. “Hal ini sudah menjadi pembicaraan panjang. Di satu sisi media harus taat aturan, di lain pihak kesempatan produsen rokok berpromosi pun tetap terbuka,” ujarnya.

Dia mengatakan tantangan ke depan ialah terus menyesuaikan materi iklan rokok sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada ranah tersebut, sudah berada pada kreativitas biro iklan atau perancang desain iklan. “Bisa saja perusahaan rokok memperbesar promosi lewat jalur nonmedia, seperti menggelar kegiatan sebagai ajang promosi,” paparnya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Pemerintah No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. PP tersebut terdiri dari delapan bab dan 65 pasal. RPP Tembakau tersebut mengatur tentang produksi, impor, peredaran dan penggunaan produk tembakau, kawasan tanpa rokok, serta perlindungan khusus bagi anak dan perempuan hamil.

Kegiatan produksi diatur melalui pengujian kandungan kadar nikotin dan tar per batang untuk setiap varian yang diproduksi, penggunaan bahan tambahan, dan pencantuman peringatan kesehatan berbentuk gambar dan tulisan semakna pada kemasan. Selain itu, regulasi tersebut juga mengatur penjualan, iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau. Aturan tentang perlindungan bagi anak dan perempuan hamil tertuang dalam pasal 25 yang menyatakan larangan menjual produk tembakau kepada anak di bawah usia 18 tahun dan perempuan hamil, serta penjualan menggunakan mesin layan diri. PP juga mengatur kawasan tanpa rokok untuk melindungi kesehatan individu dan masyarakat dari bahaya asap rokok orang lain.

Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menegaskan peraturan tersebut tidak menyebutkan larangan bagi petani untuk menanam tembakau. Menurutnya, petani tembakau masih boleh menanam tembakau di Indonesia. Dalam aturan itu juga tidak disebutkan adanya larangan untuk memproduksi rokok, larangan mebngiklankan dan promosi rokok, larangan memperdagangkan rokok, larangan merokok dan larangan membeli rokok.

“Yang diatur adalah kegiatan untuk pengendalian dampak rokok sebagai zat adiktif melalui pembatasan iklan, menyebarluaskan peringatan bahaya rokok bagi kesehatan dan mencegah serta mengurangi bahaya rokok,” ujarnya.
Agung berharap PP itu tidak dipolitisasi sehingga polemik terhadap PP itu seharusnya sudah berakhir dengan disetujui dan disahkan PP itu melalui proses yang panjang.

Iklan produk rokok sudah memiliki ketentuan yang jelas dalam PP tersebut. Penyelenggaraan acara, seperti konser dan pertandingan olahraga yang disponsori oleh produk rokok, harus mendapatkan izin dari pihak-pihak terkait. Dalam aturan tersebut sudah jelas bahwa acara yang disiarkan secara nasional dilarang ditayangkan di televisi, kecuali pada pukul 21.30 hingga 04.30 dinihari. Adapun untuk siaran lokal, perizinan dilakukan kepada pemerintah daerah masing-masing.
“Seperti acara sepak bola, artis, dan konser tentu akan ada tindakan-tindakan di kemudian hari yang menggunakan produk rokok,” katanya.

Saat ini, pemerintah sudah menghindarkan iklan-iklan produk rokok pada acara-acara olahraga dan tempat olahraga. Saat Pekan Olahraga Nasional (PON) dan SEA Games beberapa waktu lalu, pemerintah telah membersihkan iklan-iklan rokok di areal acara. Hal itu disebabkan iklan rokok dianggap tidak sesuai dengan semangat dunia olahraga. Pemerintah daerah diharapkan dapat berperan untuk mengontrol iklan-iklan rokok di acara-acara olahraga dan konser musik. Jika tidak sesuai dengan ketentuan, perusahaan rokok akan dicabut ijin beroperasinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya