SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Solopos/Antara)

Sembilan proyek pembangkit listrik tenaga uap di Jawa dan Bali dipersoalkan karena dinilai memiliki potensi kerugian negara yang besar.

Solopos.com, JAKARTA — Tambahan daya dari sembilan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Jawa dan Bali yang masih dalam tahap perencanaan hingga yang sudah meneken perjanjian jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA) dikhawatirkan tidak diimbangi dengan kenaikan konsumsi sesuai rencana.

Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo

Berdasarkan hasil analisis koalisi Break Free From Coal, terdapat potensi kerugian negara yang besar apabila proyek-proyek tersebut tetap dilanjutkan hingga beroperasi.

Adapun kesembilan PLTU tersebut adalah PLTU Jawa 5, PLTU Jawa 6, PLTU Jawa 8, PLTU Jawa 9 & 10, PLTU Cirebon 2, PLTU Indramayu, PLTU Tanjung Jati A, PLTU Tanjung Jati B, dan PLTU Celukan Bawang 2. Total kapasitanya mencapai 12.980 megawatt (MW) dengan perkiraan investasi mencapai US$26 miliar.

“RUPTL [Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik] terakhir itu masih menggunakan estimasi [pertumbuhan konsumsi listrik] di angka 7,2%. Faktualnya, dalam lima tahun terakhir hanya 4,4%,” ujar Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hindun Mulaika, Jumat (19/1/2018).

Dengan adanya tambahan sembilan PLTU tersebut, marjin cadangan (reserve margin) listrik akan mencapai 71% pada 2026. Sementara apabila rencana penambahan PLTU tersebut dibatalkan, maka reserve margin tersebut akan berada di angka 41%.

Menurutnya, pemerintah harus mengambil langkah berani dalam merevisi RUPTL 2017-2026 dengan menghapus beberapa PLTU yang akan dibangun. Dia menilai hal tersebut bisa memperkecil peluang kerugian negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya