SOLOPOS.COM - Pengumuman berisi penghentian layanan pasien BPJS terpampang di salah satu ruang tunggu di Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS), Rabu (1/4/2015). (Moh Khodiq Duhri/JIBi/Solopos)

Polemik RSIS yang berujung rencana penutupan RS tersebut membuat keluarga pasien khawatir.

Solopos.com, SUKOHARJO — Kalangan keluarga pasien meminta konflik internal Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS) tidak berdampak terhadap pelayanan kesehatan.

Promosi Siasat BRI Hadapi Ketidakpastian Ekonomi dan Geopolitik Global

“Saya tidak mau tahu dan tidak ingin mencampuri masalah internal rumah sakit. Kami hanya ingin rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan yang prima kepada pasien,” ujar Doni Winaryanto, 60, warga Jajar, Laweyan, Solo, saat ditemui Solopos.com di kompleks RSIS (RS Yarsis), Jumat (3/4/2015).

Doni yang sepekan terakhir mondar-mandir ke RSIS, tempat istrinya dirawat, mengatakan pasien tidak boleh menjadi korban atas masalah internal RSIS. Doni mengaku baru tahu jika RSIS belum mengantongi izin operasional sejak masa berlakunya habis pada September 2014 lalu.

Kendati begitu, Doni mengaku sudah mengetahui adanya dua yayasan yang berebut mengelola RSIS. Meski izin operasional untuk RSIS hingga kini belum turun, Doni berharap seluruh dokter dan staf medis bisa bekerja dengan penuh tanggung jawab.

Hal senada juga dikemukakan Anton Budiharjo, 30, keluarga pasien RSIS asal Dusun Kliwonan, Desa Jeron, Kecamatan Nogosari, Boyolali. Anton mengaku beruntung masih bisa menggunakan kartu BPJS Kesehatan untuk memeriksakan ayahnya ke RSIS. “Ayah saya mulai dirawat di RS ini sejak Minggu (29/3/2015). Jadi masih ada kesempatan dua hari sebelum kartu BPJS tidak berlaku di RS ini,” jelas Anton.

Anton mengaku sempat ragu ketika memilih RSIS sebagai rujukan. Kabar berakhirnya kerja sama antara RSIS dengan BPJS per 1 April 2015 sudah dia ketahui. Oleh karenanya, dia sengaja melarikan ayahnya yang sedang mengalami gangguan pada kantong kemih ke RSIS sebelum kartu BPJS tidak berfungsi.

“Sebelumnya, ayah saya sempat mendapat perawatan beberapa hari di RS. dr. Moewardi, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Saya lalu membawa ayah ke RS ini dengan harapan mendapatkan pelayanan yang maksimal,” ucap Anton.

Kendati sudah mengetahui belum turunnya izin operasional, Anton memantapkan pilihan pada RSIS. Baginya, RSIS memiliki tenaga, peralatan medis dan pelayanan yang memadai. Namun, diakuinya, ketiadaan izin operasional itu sempat membuatnya khawatir.

“Kalau tidak ada izin operasional, bisa dibilang rumah sakit ini ilegal. Jika terjadi masalah yang tidak diinginkan, pihak rumah sakit apakah tetap mau bertanggung jawab. Lalu bagaimana jika ada pihak-pihak yang berniat menggungat rumah sakit ini karena nekat beroperasi kendati tanpa izin?” tanya dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya