SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Magelang--Pemberian bantuan dalam penanganan bencana erupsi Merapi di Jateng dan Yogyakarta dinilai tumpang tindih. Sebabnya, tidak terlihat koordinasi antara pemerintah dan lembaga non pemerintahan yang sama-sama memberikan bantuan.

Akibatnya, penanganan korban bencana letusan Merapi pun menjadi tidak maksimal, tidak terarah dan sistematis.

Promosi Cerita Penjual Ayam Kampung di Pati Terbantu Kredit Cepat dari Agen BRILink

Pernyataan itu disampaikan oleh Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS),  Luthfi Hasan Ishaaq saat mengunjungi Pos Pengamatan Merapi di Kecamatan Srumbung, Magelang, Jateng, Kamis (28/10).

Luthfi juga melakukan peninjauan kondisi pengungsi korban bencana Merapi di sejumlah tempat pengungsian.

Menurut Luthfi, dalam penanganan bencana seharusnya pemerintah tidak hanya melakukan tugas dengan memberikan bantuan namun juga harusnya mampu menjadi koordinator pelaksanaan pemberian bantuan.

“Perlu dilakukan karena ternyata banyak lembaga non pemerintahan seperti lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi lainnya yang juga memberikan bantuan,” tegas Luthfi.

Terjadi penumpukan penyerahan bantuan pada titik pengungsian tertentu, sehingga tidak merata, barang bantuan yang diberikan hampir sama, padahal yang dibutuhkan pengungsi tidak hanya barang itu-itu saja.

Meskipun pemberian bantuan yang dilakukan pemerintah dan lembaga lainnya itu baik, tapi menurutnya akan lebih maksimal bila ada koordinasi.

Pemerintah harus menjadi inisiator karena yang memiliki data-data korban bencana dan bentuk bantuan yang dibutuhkan pengungsi.

”Kalau organisasi non pemerintahan yang bidangnya kesehatan, misalnya, diminta memberikan bantuan pengobatan, di bidang pendidikan ya pendidikan, di bidang logistik ya logistik. Tinggal pemerintah memberikan apa yang belum diberikan oleh masyarakat dan yang masih kurang,” tandasnya.

Luthfi menjelaskan pemerintah juga seharusnya menggandeng perusahaan yang memiliki program Corporate Social responsibility (CSR) atau bantuan sosial kemasyarakatan. Serta memaksimalkan semangat gotong royong masyarakat.

Diyakini hal seperti itu akan memunculkan rasa bangga masyarakat karena merasa dibutuhkan oleh pemerintah.

Peralatan pemantauan Merapi ‘jadul’

Dari pantauan detikcom di Pos Ngepos, Kecamatan Srumbung begitu datang Luthfi langsung naik ke atas gardu pandang setinggi kurang lebih 200 meter.
Luthfi juga masuk ke pos pengamatan untuk melihat peralatan pemantauan gempa seismograf manual dan menilai bahwa segala peralatan yang ada di Pos Ngepos masih memprihatinkan dan sangat ketinggalan jaman.

“Saat ini sudah era digital. Mengapa menara pemantauan yang dibangun oleh Belanda tahun 1935 yang sudah jadul masih saja dipertahankan? Tidak patut di era digital sekarang,” jelas Luthfi.

Luthfi menilai perlu adanya upaya rehabilitasi yang dilakukan pemerintah untuk membangun kembali pos-pos pengamatan Merapi yang tersebar di seluruh bagian Gunung Merapi.

“Rehabilitasi pos-pos pengamatan diharapkan bisa lebih meminimalisir korban terjadinya bencana letusan Gunung Merapi,” pungkas Luthfi.

dtc/nad

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya