SOLOPOS.COM - Ilustrasi korban pelecehan seksual. (Freepik.com)

Solopos.com, LOMBOK — Seorang pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan terhadap santriwatinya.

Korban diduga tak hanya satu orang, sebagian sudah lulus dari pesantren milik tersangka.

Promosi BRI Imbau Masyarakat Tidak Mudah Terpancing Isu Uang Hilang di Medsos

Kepala Seksi Humas Polres Lombok Timur Nicolas Oesman melalui sambungan telepon di Mataram, Rabu, mengungkapkan tersangka merupakan pimpinan ponpes yang berada di wilayah Sikur.

“Pimpinan ponpes di Sikur yang menjadi tersangka itu berinisial HN, kelahiran 1972,” kata Nicolas seperti dikutip Solopos.com dari Antara, Rabu (17/5/2023).

Dari adanya penetapan tersebut, penyidik menindaklanjuti dengan melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan di Rutan Polres Lombok Timur.

“Jadi, tadi malam selesai pemeriksaan, HN langsung ditahan,” ujarnya.

Dengan adanya proses hukum demikian, Direktur Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram Joko Jumadi memberikan apresiasi kepada penyidik.

Namun demikian, dia mengingatkan dalam kasus yang berkaitan dengan pelecehan seksual terhadap anak ini pihak kepolisian juga harus memikirkan tentang perlindungan saksi dan korban.

“Karena dari informasi yang kami dapatkan di lapangan, ada saksi dari kasus ini yang mendapatkan intimidasi dari orang-orang pelaku,” ujarnya.

Dengan adanya informasi tersebut, Joko pun meyakinkan dirinya bersama tim di Kota Mataram akan pergi ke Kabupaten Lombok Timur.

Mereka akan mengusut dugaan intimidasi tersebut.

Apabila bentuk intimidasi tersebut tergolong sangat mengganggu keamanan saksi, Joko memastikan akan mengajak lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) untuk membantu memberikan perlindungan terhadap saksi.

“Tetapi, harus kami pastikan dahulu intimidasinya itu seperti apa,” kata Joko.

Dalam kasus dugaan pelecehan di ponpes itu, BKBH Unram mencatat ada belasan santriwati yang menjadi korban dari tersangka.

Bahkan, dia menunjukkan adanya bukti berupa grup komunikasi dalam media sosial WhatsApp yang sebagian anggotanya adalah korban.

“Di grup WhatsApp itu, yang anggotanya sekitar 30 orang, itu sebagian di antaranya menjadi korban juga tetapi yang berani bicara dan jadi saksi itu hanya satu. Kenapa begitu, karena ini soal keamanan,” ujarnya.

Dengan keterangan demikian, Joko meyakinkan bahwa korban dalam kasus ini tidak hanya satu orang.

Bahkan, tempus dari perbuatan tersangka ini sudah berjalan cukup lama.

“Karena sebagian korban itu alumni, ada yang sudah jadi pekerja migran, istri orang. Jadi, status itu yang membuat banyak korban tidak mau menjadi saksi,” ucap dia.

Meskipun demikian, Joko meyakinkan pihaknya akan membantu kepolisian untuk menangani kasus ini dengan tepat sasaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya