SOLOPOS.COM - Pasangan Prabowo-Hatta dan Aburizal Bakrie (ilustrasi/JIBI/Antara)

Solopos.com, JAKARTA–Pada seragam putih Prabowo-Hatta terdapat lambang Burung Garuda berwarna merah di dada sebelah kanan. Penggunaan lambang Burung Garuda yang merupakan lambang negara ternyata diatur dalam UU. Apakah penggunaan lambang Burung Garuda di baju putih Prabowo-Hatta merupakan pelanggaran?

Menurut pakar hukum dan tata negara Margarito Kamis, penggunaan lambang Burung Negara di baju putih Prabowo-Hatta jelas merupakan pelanggaran terhadap UU No 24/2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Promosi Harga Saham Masih Undervalued, BRI Lakukan Buyback

“Menurut saya iya (pelanggaran) karena terdapat persamaan dalam bentuk. Sebagian besar bentuk persamaan dengan lambang Burung Garuda, meski tidak ditulis Bhinneka Tunggal Ika, tapi sebagian besar yang dipakai itu menjadi lambang negara, ada persamaan dalam bentuk dan subtansi,” ujar Margarito saat berbincang dengan detikcom, Rabu (4/6/2014).

Margarito menyamakan penggunaan lambang tersebut dengan preseden yang pernah terjadi saat lambang serupa digunakan pada jersey timnas PSSI. Lambang tersebut kemudian dipersoalkan karena sesuai dalam UU, lambang negara tidak bisa digunakan dalam kegiatan-kegiatan seperti itu, termasuk dalam kegiatan kampanye politik.

Namun demikian, meski penggunaan lambang Garuda di baju putih Prabowo-Hatta merupakan pelanggaran, hal itu tidak dapat dicegah. Bahkan menurut tokoh asal Ternate ini, penggunaan lambang Garuda tidak dapat dikenakan pidana. Alasannya, kata dia, motif dan tujuan penggunaan lambang tersebut, baik pada baju putih Prabowo-Hatta maupun dalam kasus jersey timnas PSSI, adalah untuk menunjukkan nasionalisme.

Meski dinilai sebagai pelanggaran, Margarito tidak melihat penggunaan lambang tersebut sebagai pelecehan terhadap lambang negara.

“Karena motifnya. Asal usul larangan lambang ini kan untuk mencegah dari tindakan-tindakan separatis. Pikiran-pikiran dasar dulu bagaimana mereka merumuskan UU ini, dasar pikiran ini adalah jangan sampai lambang negara digunakan untuk separatis. Itu dasar utama. Namun cara merumuskan yang menjadi norma itu menjadi seperti sekarang, UU itu seolah-olah bertentangan dengan konteks sekarang ini,” ucapnya.

“Jadi silakan saja teruskan (gunakan), sampai ada yang mempersoalkan secara hukum,” ujar Margarito.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya