SOLOPOS.COM - Aktivitas proyek reklamasi di teluk Jakarta, Kamis (14/4/2016). Dalam rapat kerja yang berlangsung Rabu (13/4/2016), Komisi IV DPR dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sepakat agar proyek reklamasi Teluk Jakarta dihentikan. (JIBI/Solopos/Antara/Agus Suparto)6.

Elektabilitas Ahok tergerus 4 bulan menjelang Pilkada Jakarta. Namun, Ahok terselamatkan beberapa keberhasilan, termasuk sungai Jakarta bersih.

Solopos.com, JAKARTA — Elektabilitas Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terus turun dalam berbagai survei sejak Maret hingga Oktober 2016. Pasangan Ahok-Djarot Saiful Hidayat pun berpotensi kalah dalam Pilkada Jakarta 2017 seiring elektabilitas pasangan lain yang kian meningkat.

Promosi BRI Kantor Cabang Sukoharjo Salurkan CSR Senilai Lebih dari Rp1 Miliar

Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terbaru yang dilakukan pada Oktober 2016, mencari jawaban mengapa elektabilitas Ahok terus merosot. Dari riset kualitatif LSI, ada beberapa alasan di balik turunnya elektabilitas tersebut, mulai kebijakan Ahok, pilihan politiknya, hingga isu suku-agama-ras-dan antargolongan (SARA) yang kerap melingkupi mantan Bupati Belitung Timur ini.

“Sejak bulan Maret 2016, Ahok sudah menjadi common enemy terutama di dunia media sosial (social media). Aneka group Whatsapp (WA), bahkan di media konvensional semakin banyak yang kritis padanya. Denny JA sudah menulis di bulan Maret 2016,” tulis LSI dalam rilis yang dipublikasikan melalui laman resmi lembaga pimpinan Denny JA itu, Selasa (4/10/2016).

LSI menyebut ada empat alasan. Pertama, isu kebijakan publik Ahok yang tak disukai, seperti penggusuran Kampung Pulo, Kalijodo, Pasar Ikan, Kampung Luar Batang, dan terakhir di Bukit Duri. Selain itu, kebijakan reklamasi Teluk Jakarta juga dinilai tak populer. Baca juga: Tak Cuma Kalah, Ahok Bisa Tersingkir di Putaran Pertama!

“Dua kebijakan ini [penggusuran dan reklamasi] memiliki pendukung dan kontranya. Namun kebijakan ini yang membuat Ahok tak populer di kalangan wong cilik, yang acapkali menjadi korban. Aneka gerakan civil society di bidang terkait ikut membesarkan sentimen anti Ahok,” tulis LSI.

Faktor kedua adalah isu personality. Ahok sering ditampilkan kasar dan memaki orang di depan publik. “Jika Ahok menang dengan karakter seperti itu, Ahok akan ditiru.” Selain itu, sikapnya memilih jalur parpol dinilai tak konsisten oleh sejumlah pihak.

Faktor ketiga adalah isu primordial. LSI mengklaim 40 persen pemilih muslim DKI Jakarta tidak mau dipimpin Gubernur non muslim dan berupaya agar Ahok tidak terpilih. Baca juga: Din Syamsuddin Minta Kelompok Tionghoa Tak Panas-Panasi.

Selain itu, kata LSI, faktor etnis Ahok ikut dipersoalkan. Pasalnya, kemenangan Ahok dikhawatirkan sebagian pihak menjadi tanda semakin dominannya etnis Tionghoa di bidang ekonomi. “Bahan kemenangan Ahok dikaitkan dengan pertarungan global RRC menguasai Asia dan dunia. Terlepas apakah alasan ini masuk akal ataupun tidak, namun isu ini efektif menumbukan sentimen anti Ahok.”

Faktor keempat adalah hadirnya kompetitor baru, yaitu Agus Harimurti dan Anies Baswedan. Keduanya dinilah fresh karena tak banyak dibicarakan sebelum akhirnya dipilih oleh partai-partai pengusung mereka. Kedua nama tersebut diprediksi menggerus elektabilitas Ahok.

“Namun banyak sukses story Ahok yang juga dipuji. Kali Jakarta yang bersih, hadirnya pasukan oranye yang sigap membenahi lingkungan, keberanian Ahok melawan sisi gelap politik tetap diapresiasi. Success story itu yang membuat dukungan Ahok masih nomor satu walau sudah merosot drastis.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya