SOLOPOS.COM - Tiga pasangan cagub-cawagub yang akan berlaga dalam Pilkada Jakarta (istimewa)

Pilkada Jakarta diwarnai munculnya banyak survei. Lembaga survei diminta jujur dan tidak melakukan survei pesanan.

Solopos.com, JAKARTA — Pengaturan lembaga survei terkait pemilu, termasuk Pilkada Jakarta 2017, seharusnya memasukkan persyaratan akreditasi guna mencegah adanya penyesatan opini oleh lembaga survei abal-abal. Pasalnya beberapa waktu terakhir, muncul hasil survei elektabilitas calon yang menampilkan hasil beragam.

Promosi BRI Bantu Usaha Kue Kering di Sidoarjo Berkembang Kian Pesat saat Lebaran

Hal itu dikemukakan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR, Reza Patria, dalam sebuah diskusi bertajuk Menguji Integritas Lembaga Survei Menjelang Pilkada di Gedung DPR hari ini, Kamis (6/10/2016). Turut jadi pembicara pada diksui itu peneliti LIPI Siti Zuhro dan peneliti CSIS Philip Vermonte.

Menurutnya, pentingnya akreditasi untuk lembaga survei sebagaimana dilakukan untuk perguruan tinggi akan menghindari industrialisasi demokrasi. Industrialisasi demokrasi, ujarnya, telah menggiring lembaga survei untuk bertindak komersial sehingga dibayar untuk mempengaruhi opini publik.

Padahal, ujarnya, lembaga survei seharusnya memiliki integritas sehingga tidak tergoda untuk menjadi konsultan politik maupun tim sukses seorang kandidat kepala daerah. “Lembaga survei harus diatur. Perlu akreditasi seperti di perguruan tinggi,” ujarnya, Kamis (6/10/2016). Baca juga: 3 Lembaga Survei “Ramai-Ramai” Sebut Elektabilitas Ahok Merosot.

Dia mengatakan bahwa lembaga yang mau dibayar untuk menentukan hasil survei sesuai pesanan, kemudian disebarluaskan demi mempengaruhi persepsi dan opini calon pemilih, perlu dicurigai.

Sementara itu, Siti Zuhro mengatakan bahwa sejak era reformasi, banyak lembaga survei bermunculan dan sebagian berorientasi materi alias pesanan tanpa integritas. Contohnya pada Pilkada Jakarta 2012 silam, hampir semua lembaga survei menyebutkan bahwa salah satu kandidat akan bisa memenangkan Pilkada Jakarta sekali putaran. Baca juga: LSI: Tak Cuma Kalah, Ahok Bisa Tersingkir di Putaran Pertama!

Namun ketika diminta bagaimana rasionalitas dan alasan sekali putaran lembaga survei tersebut tidak bisa menjelaskan. Pada akhirnya Pilkada Jakarta dilakukan dalam dua putaran dan lembaga survei tersebut tetap tidak bisa menjelaskan secara terbuka bagaimana metode yang digunakan sehingga hasilnya jauh berbeda.

“Saya minta lembaga survei istigfar [introspeksi],” ujar profesor peneliti tersebut. Namun demikian, Siti menyebutkan bahwa publik kini semakin pandai dan punya banyak pembanding. Dengan sendirinya publik akan mengkritisi hasil survei dengan mencari second opinion.

Philip Vermonte dari Departemen Politik dan Hubungan Internasional Center for Strategic and International Studies (CSIS) menekankan pentingnya akurasi data dalam proses survei. Akurasinya harus terjaga dari hulu sampai hilir. “Mulai dari sampling frame, pembuatan kuesioner, pengumpulan data, quality control, tabulasi data dan analisanya. Prosesnya harus dijaga agar tetap akurat,” ujarnya.

Menurutnya, jika ada satu tahapan dalam proses tersebut tidak akurat maka akan mempengaruhi hasil karena proses tersebut merupakan satu kesatuan. Untuk itu, dia meminta agar KPU meminta data mentah dari lembaga survei sehingga tidak begitu saja menerima hasil survei tersebut.

Menurut Arya, survei adalah bisnis kepercayaan yang dilakukan dalam jangka panjang. “Jika ada yang bermain-main dengan data, lama-kelamaan lembaga survei itu akan kehilangan kepercayaan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya