SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

ilustrasi (

ilustrasi (Agoes Rudianto/Espos/dok)

JAKARTA–Sikut-menyikut antar calon dalam suatu Pilkada memang bukan hal yang baru lagi dalam proses perjalanannya. Bahkan suatu isu yang tabu juga menjadi biasa dalam pertarungan perebutan kursi kepala daerah.

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

Salah satu isu yang kerap terjadi secara terselubung adalah isu primordial atau perihal kesukuan. Begitupun prediksi sejarawan Betawi JJ Rizal terhadap pertarungan Pilkada DKI Jakarta yang akan memainkan isu primordial sebagai senjata.

Walaupun konsep isu primordialisme menurut JJ Rizal merupakan isu yang sangat tidak beradab namun untuk memenangkan pilkada hal itu berhak digunakan bagi politisi dalam politik modern saat ini.

“Isu primordialisme ini sudah sangat tidak layak untuk digunakan dalam perpolitikan karena sangat bertentangan dengan alasan kita menjadi warga negara Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Kamis (19/4/2012).

Namun, pada kenyataannya, isu itu selalu digadang-gadang dan dipakai hingga akhirnya memang selalu bunyi apabila dikonsep masyarakat yang masih hidup dalam tradisi lama dan internalisasi demokrasinya juga masih rendah.

“Alhasil, isu-isu seperti itu selalu menjadi penting dalam kepala, dan jajaran para politisi untuk dijaga dan dipakai. Walaupun tugas mereka harusnya menolak hal-hal seperti itu, tapi pada kenyataannya sesuatu untuk yang tidak bisa dihindari dan harus dipakai guna memenangkan pemilu,” kata Rizal.

Sebab, isu primordial itu tidak saja harus etnis tetapi juga kadang-kadang agama. “Kita ketahui, pada pertempuran Pilkada 2007, kita lihat Foke menggunakan primordial etnik sedangkan Adang menggunakan primordial agama,” ungkapnya.

Menurut Rizal, proses perpolitikan di negara Indonesia belum melakukan pendidikan bagi warga negaranya secara utuh.

“Jadi, sebenarnya peradaban politik kita, saya akui masih belum begitu menggembirakan perkembangannya. Apalagi kalau kita bicara bahwa Jakarta harusnya dalam demokrasi itu harus menjadi mistarnya, menjadi alat untuk mengukur kemajuannya. Tapi kenyataan apa yang disebut politik modern itu masih dilakukan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya