SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Indonesia mendapat catatan kritis dalam sidang Universal Periodic Review (UPR, Tinjauan Periodik Universal) Dewan HAM PBB, yang berlangsung pada 23-25 Mei, di Jenewa, Swiss.

Sidang empat tahunan tersebut membahas hak asasi manusia, seperti praktik kebebasan beragama, perlindungan terhadap hak kelompok minoritas, hak menyatakan pendapat, berkumpul dan seterusnya. Juga dibahas, apakah Indonesia telah menjalankan rekomendasi sidang UPR empat tahun sebelumnya.

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

Pemerintah Indonesia menyatakan menerima 179 rekomendasi yang disampaikan oleh 74 negara yg berpartisipasi dalam sidang UPR. Indonesia secara langsung mengadopsi sebanyak 143 rekomendasi dan 36 sisanya akan dipertimbangkan terlebih dahulu, dan baru akan diputuskan pada September 2012, saat Sidang Dewan HAM PBB, sesi ke-21.

Tema inilah yang dibahas dalam program Pilar Demokrasi, yang diselenggarakan KBR68H, dengan mengundang dua narasumber, yaitu Ifdhal Kasim (Ketua Komnas HAM) dan Andreas Harsono (Human Rights Watch).

Ifdhal mengakui, rekomendasi yang disampaikan peserta UPR, sebagian besar relevan dan terkait langsung dengan persoalan yang sedang kita hadapi sekarang ini, seperti soal intoleransi beragama, impunitas atas kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, termasuk kasus penolakan Lady Gaga.

Isu ini dibicarakan secara terbuka di masyarakat internasional. Dalam sidang tersebut pemerintah Indonesia diharapkan menyampaikan national report secara jujur, tidak terlalu banyak menggunakan bahasa-bahasa yang sifatnya diplomatis. Tidak seperti yang dibaca pada editorial Jakarta Post, disebutkan diplomat saat ini seperti lying for the country.

“Mereka mengingkari kenyataan untuk membela, itu tidak lagi menjadi relevan di dunia diplomasi yang terbuka sekarang,” tambah Ifdhal.

Andreas Harsono menyesalkan reaksi elite politik Indonesia, yang kurang berbesar hati menerimarekomendasi UPR. Andreas memberi catatan khusus pada reaksi Menteri Agama Suryadharma Ali, dengan mengatakan Indonesia adalah negara yang paling toleran di seluruh Indonesia. Berdasar fakta adanya hari libur pada setiap Hari Raya agama-agama, seperti Waisak dalam Buddha.

“Dia lupa bahwa tidak ada artinya hari-hari libur Natal, Waisak atau Nyepi, kalau orang Kristen tidak bisa membangun gereja, tidak bisa merayakan Natal, seperti jemaat GKI Yasmin,” tegas Andreas.

Menurut Ifdhal, rekomendasi UPR ini tidak bisa dikejar secara legal. Tapi lebih bersifat membawa implikasi-implikasi politis dan moral. Bentuknya antara lain, tidak diikutkan dalam kerjasama internasional. Kemudian akses warga negara Indonesia untuk masuk dalam sistem perlindungan HAM bisa dibatasi. Karena sistem perlindungan HAM itu kan menghadirkan ada pelapor khusus Dewan HAM PBB.

Andreas menegaskan kembali rencana Human Right Watch terkait monitoring implementasi rekomendasi UPR, agar orang dalam maupun luar negeri tahu perkembangan yang ada di Indonesia. Human Rights Watch bersama Kontras, Human Rights Working Group dan NGO lain akan bekerja terus untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

Ifdal menjelaskan, kenungkinan yang terjadi, bila Indonesia mengabaikan rekomendasi UPR. Tekanan akan datang dari PBB, juga dari negara yang memiliki hubungan diplomatik dan ekonomi yang kuat dengan Indonesia, seperti AS, Jepang, Kanada, Belanda dan negara-negara Scandinavia. Itu akan membawa implikasi, karena negara-negara seperti Norwegia dan Denmark, ada mekanisme setiap tahun dialog HAM, yang bisa dijadikan forum untuk mengingatkan Pemerintah Indonesia terhadap tanggung jawab internasionalnya.

Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Pilar Demokrasi KBR68H. Simak siarannya setiap Senin, pukul 20.00-21.00 WIB di 89,2 FM Green Radio

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya