SOLOPOS.COM - Ilustrasi inflasi (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Harianjogja.com, JOGJA- Pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Daerah Istimewa Yogyakarta pada semester I tahun 2014 lebih lambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY Arief Budi Santoso menjelaskan meskipun telah menunjukkan tren perbaikan, Indeks Penjualan Riil (IPR) selama semester I tahun 2014 rata-rata hanya tumbuh sebesar 0,92%.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

“Ini lebih kecil dibandingkan IPR semester I tahun 2013 yang rata-rata tumbuh sebesar 1,39%,” katanya, Rabu (2/7/2014).

Menurut dia, hal itu juga terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen (SK) yang menunjukkan adanya perlambatan pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).

Dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) pada Juni 2014 diketahui bahwa bergeser majunya bulan puasa pada 2014 juga berpengaruh pada tingkat konsumsi khususnya yang disumbang oleh wisatawan domestik.

“Dengan bergeser majunya bulan puasa, musim liburan sekolah menjadi lebih sempit sehingga mempengaruhi kunjungan wisatawan domestik,” katanya.

Ia mengatakan pengusaha ritel memperkirakan pada 2014 puncak permintaan hanya akan sampai Agustus mengingat pasca-Lebaran tingkat konsumsi masyarakat akan kembali ke level normal. Pada 2013 puncak permintaan berlangsung sampai September.

Meskipun pada 2014 masih terdapat beberapa faktor yang berpotensi memberikan tekanan inflasi seperti berlanjutnya kenaikan tarif dasar listrik (TDL), pengusaha ritel optimistis tekanannya tidak akan setinggi tahun lalu.

“Keyakinan itu didasari oleh kecilnya kemungkinan adanya kenaikan harga BBM bersubsidi pada 2014,” katanya.

Menurut dia, pengusaha ritel hasil pertanian juga mengungkapkan bahwa hasil panen bahan pangan dan hortikultura selama semester I tahun 2014 dinilai lebih optimal dibanding tahun lalu.

“Hal itu merupakan kabar baik mengingat tingkat inflasi di DIY banyak dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas di dua kelompok komoditas tersebut,” katanya.

Ia mengatakan pengusaha ritel memberikan catatan bahwa asumsi terhadap tingkat inflasi itu juga memiliki beberapa risiko di antaranya nilai kurs rupiah yang menunjukkan tren melemah pada Juni 2014 karena masih banyak bahan baku industri maupun barang konsumsi yang impor.

“Faktor risiko lainnya adalah pelaksanaan pilpres yang diharapkan dapat berjalan aman dan kondusif sehingga berdampak positif terhadap kegiatan ekonomi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya