SOLOPOS.COM - batik

MINAT BESAR -- Makin tingginya minat masyarakat terhadap batik seharusnya membuat industri batik makin berkembang. Ironisnya, di sisi lain muncul kendala keterbatasan pasokan bahan baku. (JIBI/SOLOPOS/dok)

Solo (Solopos.com) – Pertumbuhan industri batik di tanah air saat ini justru mulai terganggu dengan terbatasnya pasokan bahan baku. Akibatnya banyak produsen batik yang harus membatasi jumlah produksi.

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

Padahal, sejak UNESCO mengukuhkan batik sebagai kekayaan budaya milik Indonesia, industri sektor ini terus berkembang. Data dari Kementerian Perindustrian, produsen batik didominasi oleh kelompok industri kecil dan menengah yang jumlahnya mencapai 48.300 industri dan menyerap hingga 792.300 tenaga kerja.

Kabag Program, Evaluasi dan Pelaporan Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Achmad Sanusi, menyatakan meningkatnya harga bahan baku mulai mengancam kelangsungan pertumbuhan IKM batik. Jika produksi batik tidak tumbuh maka potensi ekonomi yang hilang pada tahun ini bisa mencapai Rp 340 miliar dengan asumsi pertumbuhan nilai produksi sebesar 8% per tahun.

“Saat ini sudah mulai terjadi penurunan produksi batik di beberapa daerah seperti di Pekalongan Barat di mana sekitar 20% pengrajin batik berhenti berproduksi. Di wilayah Semarang, beberapa pengrajin batik membatasi jumlah produksinya untuk mengimbangi kenaikan harga bahan baku,” kata Achmad, saat ditemui wartawan, seusai acara Sosialisasi Survei dan Verifikasi Teknis Potensi dan Manajemen Rantai Pasok Bahan Baku IKM Batik 2011, di Hotel Baron Indah, Solo, Jumat (4/11/2011).

Ia menjelaskan, saat ini pertumbuhan komoditi batik Indonesia mengalami hambatan dengan meningkatkan harga bahan baku, mulai kapas, benang suteram gondorukem, kain mori dan kain katun. Stagnasi pertumbuhan produksi batik juga dikhawatirkan bisa mempengaruhi serapan tenaga kerja dan investasi pada sektor IKM batik.

Kementerian Perindustrian, lanjut Achmad, sudah melakukan beberapa upaya salah satunya menelusuri sumber kenaikan harga bahan baku itu. “Gondorukem misalnya, ternyata keterangan yang kami terima dari Perhutani, saat ini gondorukem banyak yang diekspor. Kami sudah minta agar Perhutani bisa menyediakan gondorukem secara stabil dan kontinyu kepada industri batik,” katanya.

Pemerintah juga menganggap perlu dilakukan survei dan verifikasi kondisi terkini untuk menentukan langkah implementasi strategis dalam mengantisipasi masalah bahan baku tersebut. Survei dilakukan di 9 kota penghasil batik, di antaranya Jakarta, Banten, Jogja, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Bengkulu dan Jambi.

Sementara itu, salah satu perajin batik asal Solo pemilik Dian Batik Warna Alam, Edi Supriyadi, membenarkan bahwa ada beberapa bahan baku batik yang saat ini harganya naik. Hanya saja, belum mengganggu proses produksi. “Justru, karena kami sedang mengembangkan batik warna alam, kesulitan kami justru dalam hal perolehan pewarna alam tersebut,” katanya.

haw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya