SOLOPOS.COM - Sejumlah Anak Buah Kapal (ABK) warga negara Myanmar, Laos, dan Kamboja yang bekerja di PT. PBR Benjina tiba di PPN Tual, Maluku, Sabtu (4/4/2015). Sebanyak 323 ABK diangkut menuju ke Tual dengan pengawalan KRI Pulau Rengat dan Kapal Pengawas Hiu Macan 004 sambil menunggu proses pemulangan oleh pihak Imigrasi. (JIBI/Solopos/Antara/Humas Kementerian Kelautan Perikanan)

Perbudakan Benjina mencuat beberapa wkatu lalu setelah ada pemberitaan media.

Solopos.com, JAKARTA – Sebanyak 14 orang saksi korban kasus tindak pidana perbudakan di Benjina Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, kini berada di bawah perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Promosi BRI Group Berangkatkan 12.173 Orang Mudik Asyik Bersama BUMN 2024

“Dari 14 orang saksi korban itu, sebanyak 13 orang merupakan rekomendasi aparat penegak hukum, dan satu lagi merupakan temuan LPSK pada saat melakukan koordinasi dengan Pemerintah Myanmar di Myanmar awal September lalu,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis (5/11/2015).

Edwin mengungkapkan rekomendasi saksi dan korban yang diajukan aparat penegak hukum yang menangani kasus Benjina sebenarnya berjumlah 22 orang.

Namun, lanjutnya, dari 22 orang itu hanya 13 orang yang bisa diproses, antara lain karena saksi dan korban lainnya terpaksa belum bisa diproses karena mereka sulit ditemui.

Untuk menghadirkan para saksi korban yang berkewarganegaraan Myanmar, LPSK berkoordinasi dengan Pemerintah Myanmar.

“Kepada 14 saksi korban yang sudah dikabulkan permohonannya, LPSK akan memberikan layanan pemenuhan hak prosedural dan bantuan fasilitasi restitusi,” tutur Wakil Ketua LPSK.

Selain itu, kata Edwin, LPSK juga membantu menyiapkan penerjemah bagi para saksi dan korban agar mereka bisa leluasa memberikan kesaksiannya pada sidang yang rencananya digelar pada pertengahan Desember 2015.

Sedangkan sidang kasus tindak pidana perbudakan tersebut bakal dilaksanakan di Pengadilan Negeri Tual.

Sebelumnya, LPSK telah bekerja sama dengan pemerintah Myanmar guna menuntaskan kasus perdagangan manusia yang dilakukan PT Pusaka Benjina Resources di Benjina, Maluku.

Edwin memaparkan, pihaknya pada 4 September 2015 telah berada di Myanmar untuk bertemu dengan saksi korban kasus Benjina.

“Pada prinsipnya, pihak Myanmar setuju saksi korban dari Myanmar dapat bersaksi di pengadilan di Indonesia,” ucapnya.

Sebagaimana diberitakan, sebanyak 369 ABK PT Pusaka Benjina Resources asal Myanmar, Kamboja dan Laos meminta pemerintah Indonesia memulangkan mereka ke negara asal karena tidak tahan dengan tindakan perusahaan, yang dianggap memperlakukan mereka seperti budak.

Satuan Tugas Kementerian Kelautan dan Perikanan membantu evakuasi mereka setelah melakukan penyelidikan langsung di Dobo, Ibu Kota Kepulauan Aru, dan Pulau Benjina yang menjadi markas PT Pusaka Benjina Resources.

Penyelidikan itu dilakukan menyusul pemberitaan media Amerika Serikat, Associated Press, yang menurunkan laporan bertajuk “Was Your Seafood Caught By Slaves?” berupa rekaman video yang memperlihatkan adanya penjara-penjara dan kuburan yang diduga kuat berisi jenazah para ABK asing di Benjina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya