SOLOPOS.COM - Helikopter Agusta-Westland (AW) 101 terparkir dengan dipasangi garis polisi di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (9/2). KASAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto telah membentuk tim investigasi untuk meneliti proses perencanaan, pengadaan, dan menelisik pengiriman helikopter tersebut. (JIBI/Solopos/JIBI/Antara/Pool/Widodo S. Jusuf)

Tim penyidik KPK dan POM TNI mengecek fisik termasuk spesifikasi helikopter Agusta-Westland.

Solopos.com, JAKARTA — Tim penyidik KPK dan POM TNI melakukan pemeriksaan fisik terhadap helikopter Agusta Westland (AW)-101 yang pengadaannya diduga berbau korupsi. Pemeriksaan fisik di Skadron Teknik 021 Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (24/8/2017) ini untuk mencocokkan harga dan spesifikasi helikopter VVIP itu.

Promosi Kisah Inspiratif Ibru, Desa BRILian Paling Inovatif dan Digitalisasi Terbaik

Komandan Pusat POM TNI Mayjen TNI Dodik Widjanarko mengatakan, pemeriksaan fisik Helikopter Agusta Westland (AW)-101 itu dalam kaitan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter tersebut.

“Pengecekan fisik, oleh tim ahli dari independen berkaitan dengan ahli pesawat. Satu tim jumlahnya berapa saya belum tahu. Tugas kita hari ini melakukan proses penyelidikan dan penyidikan berkaitan dengan fisik oleh ahli. [tim independen] Dari KPK dan juga dari POM TNI,” ujar Danpuspom TNI, di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis.

Menurut dia, pemeriksaan ini dalam rangka melengkapi berkas sehingga baik secara formal maupun material semuanya terpenuhi. “Yang jelas kondisi fisik pesawat, kalau ada bodi pesawat ya bodi, ada mesin ya mesin, kemudian kalau ada yang lain-lain ya mungkin lain-lain. Itu untuk mengetahui apakah sesuai dengan kontraknya, spek dan sesuai harganya. Tapi nanti kalau sudah ada hasil lengkap dari pemeriksaan kita, akan disampaikan, kalau tidak saya, mungkin KPK,” ucapnya.

Dodik menegaskan, penyidikan kasus ini akan terus berjalan. Jika dalam hasil pemeriksaan berkembang ada tersangka maka akan disampaikan. “Kita tidak sembrono menetapkan orang jadi tersangka. Tunggu aja,” kata Dodik.

Terkait dengan anggota TNI yang menjadi tersangka, Dodik mengaku, jika mereka masih aktif dan belum dinonaktifkan. “Kan baru disangkakan, kalau namanya disangkakan itu praduga tidak bersalah. kalau disangkakan belum tentu bersalah tapi kalau sudah diputuskan pengadilan jadi terpidana, baru bersalah,” ujarnya.

Sejumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Puspom TNI melakukan pemeriksaan fisik terhadap Helikopter Agusta Westland (AW) 101 buatan Italia dan Inggris itu. Penyidik KPK yang berjumlah sekitar tujuh orang tiba di Skadron Skatek sekitar pukul 11.00 WIB. Mereka langsung memeriksa kondisi ban, pintu, kabin hingga kokpit helikopter tersebut.

Dalam kasus helikopter AW-101, penyidik POM TNI telah menetapkan lima tersangka. Tiga di antaranya terlebih dulu ditetapkan, yakni Marsma TNI FA, yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa; Letkol WW, sebagai pejabat pemegang kas; dan Pelda S, yang diduga menyalurkan dana-dana terkait dengan pengadaan kepada pihak-pihak tertentu.

Menyusul kemudian Kolonel Kal FTS berperan sebagai WLP; dan Marsda SB, sebagai asisten perencana Kepala Staf TNI Angkatan Udara. Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/8/2017), mengatakan, selain koordinasi pemeriksaan terhadap sejumlah pihak yang menjadi kewenangan POM TNI, KPK juga melakukan koordinasi untuk pemeriksaan cek fisik helikoper angkut AW-101 itu di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Selain itu, kata Febri dalam penyidikan kasus tersebut, KPK juga sedang mendalami kepada saksi-saksi terkait aliran dana pada saat proses pengadaan helikopter angkut AW-101.

KPK menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka pertama dari swasta. Irfan diduga meneken kontrak dengan AW (Augusta Westland), perusahaan joint venture Westland Helicopters di Inggris dengan Agusta di Italia, senilai Rp 514 miliar. Namun, dalam kontrak pengadaan helikopter dengan TNI AU, nilai kontraknya Rp 738 miliar, sehingga terdapat potensi kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar.

Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya