SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solo (Espos)--Penyerapan dana stimulus fiskal melalui pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yang dikeluarkan pemerintah dinilai belum optimal. Terjadinya distorsi pemahaman masyarakat pengusaha dan karyawan atas stimulus PPh 21 tersebut juga menjadi kendala tersendiri.

Demikian dikemukakan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Muhammadi Tjiptardjo dalam konferensi pers yang digelar menjelang kegiatan Seminar Nasional bertema Realisasi Hak dan Kewajiban Warga Negara di Bidang Pajak dengan Pemberian Stimulus PPh Pasal 21 di Auditorium Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Rabu (7/10).

Promosi Direktur BRI Tinjau Operasional Layanan Libur Lebaran, Ini Hasilnya

“Insentif PPh pasal 21 sampai bulan Mei 2009 baru dimanfaatkan senilai Rp 55,3 miliar atau 2,65%. Padahal pemberian stimulus ini seharusnya menguntungkan karyawan di mana ajak karyawan yang semula dipotong oleh pemberi kerja tidak disetorkan kepada pemerintah. Jumlah tersebut akan dibayarkan kembali kepada karyawan,” ujar Tjiptardjo kepada wartawan.

Tjiptardjo menjelaskan persepsi umumnya, bagi karyawan, pemberian stimulus PPh 21 adalah tambahan pendapatan tiap bulan yang akan mereka nikmati saat menerima gaji sampai dengan akhir tahun 2009.

Sedangkan dari sisi pengusaha, timbul kekhawatiran karyawan akan mengkomplain terkait adanya tambahan pendapatan tersebut.

“Karena seperti kita ketahui, pemberian stimulus tersebut mempunyai batas waktu,” kata Tjiptardjo.

Secara teknis, Tjiptardjo mengatakan pada saat pembayaran gaji karyawan, pemberi kerja wajib menyampaikan bukti pemotongan PPh 21 kepada kantor pelayanan pajak (KPP) setempat, disertai daftar lampiran karyawan yang memperoleh stimulus.
Selanjutnya, pada setiap akhir tahun pajak, perusahaan harus memberikan bukti pemotongan kepada karyawan dan si karyawan berhak mengkreditkannya dalam laporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan.

Lebih lanjut Tjiptardjo menjelaskan peraturan Dirjen Pajak No 26 tahun 2009 diluncurkan untuk melengkapi peraturan Dirjen Pajak no 22 tahun 2009.

Kali ini, tentang pelaksanaan pemberian Ph pasal 21 ditanggung pemerintah atas penghasilan pekerja.

“PPh pasal 21 ditanggung pemerintah wajib dibayarkan secara tunai pada saat pembayaran penghasilan oleh pemberi kerja kepada pekerja sebesar PPh 21 yang terutang atas penghasilan pekerja. Bagi pekerja yang belum mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP), PPh pasal 21 ditanggung pemerintah diberikan sampai dengan masa pajak Juni 2009. Apabila setelah masa pajak Juni 2009 pekerja belum memiliki NPWP, PPh pasal 21 ditanggung pemerintah hanya diberikan sejak masa pajak setelah pekerja yang bersangkutan memiliki NPWP,” urai Tjiptardjo.

sry

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya