SOLOPOS.COM - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (JIBI/Reuters/Yuri Gripas)

Ancaman Presiden AS Donald Trump tak banyak berpengaruh dalam voting resolusi PBB soal Yerusalem.

Amerika Serikat (AS) mengalami kekalahan terbesar dalam diplomasi di PBB setelah lembaga itu menerbitkan resolusi yang mengutuk klaim Donald Trump bahwa Yerusalem ibu kota Israel. Tak tanggung-tanggung, 128 negara mendukung resolusi itu.

Promosi Cerita Klaster Pisang Cavendish di Pasuruan, Ubah Lahan Tak Produktif Jadi Cuan

Di luar itu, hanya 9 negara yang menolak resolusi itu dan 35 lainnya memilih abstain. Kesembilan negara itupun rata-rata negara kecil yang tak memiliki pengaruh, bahkan di kawasannya sendiri, seperti Guatemala, Honduras, Marshall Islands, Micronesia, Nauru, Palau, dan Togo.

Padahal, AS telah mengancam akan menghentikan bantuan kepada negara-negara yang menentang klaim soal Yerusalem. Duta Besar AS di PBB, Nikki Haley, berkicau dan memberikan pernyataan tertulis bahwa pihaknya akan mencatat nama-nama negara yang menentang AS. Donald Trump pun mengatakan ancaman serupa.

“Mereka menikmati ratusan juta dolar bahkan miliaran dolar, lalu mereka melawan kami. Oke, kami akan melihat suara mereka. Silakan mereka melawan kami, kami akan menghemat banyak uang, kami tidak peduli,” kata Trump, Rabu (20/12/2017), sehari sebelum voting.

Namun, gertakan itu tidak banyak berpengaruh kepada pemerintah negara-negara partner AS. Kali ini, strategi diplomasi AS “membeli suara” menggunakan bantuan dana tidak cukup ampuh. Sebuah artikel yang ditulis Erik Voeten, akademisi bidang hubungan internasional di Georgetown University, di Washington Post berjudul Did Trump try to lose today’s United Nations vote on Israel? menganalisis mengapa AS tidak lagi banyak didengar negara lain.

Pertama, organisasi regional seperti Uni Eropa, G77, dan Uni Afrika menghadapi tekanan publik untuk menentang klaim sepihak atas Yerusalem. Begitu pula tekanan publik di masing-masing negara yang bisa mempengaruhi sikap masing-masing negara, khususnya negara berpenduduk muslim. Karena itu, berpihak pada AS dan Israel menjadi sikap yang tidak populer.

Bahkan, beberapa negara sekutu dekat AS memilih abstain. Kanada misalnya, mengubah keputusannya dari menolak resolusi PBB menjadi abstain karena tidak ingin dianggap sebagai boneka AS.

Ancaman AS pun tidak terlalu berpengaruh terhadap negara-negara lain. Bahkan, mayoritas negara yang selama ini memihak Israel dalam 16 voting di PBB terkait isu Palestina, justru memilih abstain.

Hanya Filipina, Dominika, Guinea Ekuator, Jamaika, dan Fiji, yang diduga terpengaruh ancaman itu. Pasalnya, selama ini negara-negara itu tidak pernah memihak Israel. Negara-negara ini memang secara ekonomi dan militer tergantung pada AS. Selain itu, isu Palestina tidak pernah dianggap penting oleh masyarakat di negara-negara tersebut.

Sementara itu, situasi berbeda dialami pemerintah Yordania, Bangladesh, dan Pakistan. Mayoritas penduduk negara itu adalah muslim dan sangat peduli dengan isu Palestina. Jadi, meskipun menerima banyak bantuan dari AS, pemerintah negara-negara itu menolak membela Donald Trump atau bersama Israel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya