SOLOPOS.COM - Seorang siswa SMK-SMTI Jogja tengah menunjukkan cara mengoperasikan alat solenoid dalam pameran Gebyar Ulang Tahun ke-70 sekolah tersebut, Sabtu (16/12/2017). (Harian Jogja/Sunartono)

Sekitar 90% siswa SMTI dapat terserap lapangan kerja setiap kali lulus

Harianjogja.com, JOGJA-Sekolah kejuruan yang berada di bawah Kementerian Perindustrian seperti SMK/SMTI Kota Jogja mendapatkan fasilitas memadai dengan biaya operasional pendidikan (BOP) mencapai Rp7,5 juta per siswa setiap tahun.

Promosi 796.000 Agen BRILink Siap Layani Kebutuhan Perbankan Nasabah saat Libur Lebaran

Pemerintah sengaja memanjakan anggaran sekolah ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi dengan memberikan fasilitas praktikum setara industri. Hasilnya, sekitar 90% siswa SMTI dapat terserap lapangan kerja setiap kali lulus.

Kepala Pusdiklat Industri Kementerian Perindustrian Mujiyono mengakui tingginya BOP per siswa di SMTI untuk mencukupi peralatan sekolah agar setara industri. Selain itu, dalam konsep sekolah vokasi, idealnya satu siswa harus memegang satu alat dalam setiap praktikum, walaupun alat tersebut dipakai secara bergiliran. Oleh karena itu, BOP yang dibutuhkan tergolong mahal, yakni setiap siswa mencapai Rp7,5 juta per tahun.

Jika jumlah siswa SMK-SMTI tahun ini sebanyak 783 siswa, butuh sekitar Rp5,8 miliar untuk operasional pendidikan di sekolah ini setiap tahunnya. “Tidak, misal satu alat dipakai beberapa siswa terus yang lain cuma nonton saja, itu yang menjadikan sekolah vokasi itu maha biaya operasional pendidikannya,” terangnya di sela-sela acara Gebyar Ulang Tahun ke-70 SMK-SMTI Jogja di kompleks sekolah tersebut, Jalan Kusumanegara, Kota Jogja, Sabtu (16/12/2017).

Ia menambahkan BOP itu belum termasuk biaya pembangunan, seperti pada 2017 membangun gedung untuk penambahan fasilitas laboratorium dan workshop seiring tinggi minat masuk sekolah tersebut. Kemenperin turut mencermati keterbatasan lahan yang dimiliki SMTI terkait penambahan fasilitas bangunan.

Pemerintah sepenuhnya menanggung BOP di SMTI melalui APBN, mengingat dana yang diambil melalui pendapatan nasional bukan pajak (PNBP) berasal dari siswa hanya sekitar Rp70.000 per bulan atau total hanya Rp840.000 per tahun yang dikeluarkan siswa. Program itu akan terus dikembangkan, selain untuk meringankan beban masyarakat juga membantu industri untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja.

“Dengan pertumbuhan sekitar 5% sampai 6% per tahun, membutuhkan tenaga kerja 600.000 orang per tahun, yang belum bisa disuplai dari lulusan sekolah,” ujarnya.

Kekurangan itu disebabkan karena ada kesenjangan kompetensi antara lulusan SMK dengan yang dibutuhkan industri. Pihaknya berupaya menjembatani agar SMK seperti SMTI dapat mengikuti perkembangan zaman. Ia mencontohkan, saat ini telah memasuki revolusi industri 4.0 dan robotik sehingga harus membuka Jurusan Mekatronika yang peralatan laboratorium tergolong mahal dan saat ini telah dimiliki SMTI.

Sekjen Kementertian Perindustrian Haris Munandar menambahkan, komposisi kurikulum yang diberikan yaitu 40% teori dan 60% praktik. Kemudian praktik di industri dari awalnya hanya tiga bulan, saat ini dinaikkan durasinya menjadi enam bulan. Industri dapat menerima magang siswa SMTI karena telah memiliki peralatan memadai sehingga kompetensi saat praktik lapangan dapat membantu pihak industri.

“Kenapa selama ini SMK di luar Kementerian Perindustrian susah melakukan praktik di industri karena peralatan yang dimiliki tidak sesuai dengan kebutuhan industri, ini masalahnya,” tegasnya.

Kepala SMK-SMTI Jogja Rr. Ening Kaekasiwi mengatakan, minat masuk SMTI terus meningkat, di 2017 ini rasio antara kuota pendaftaran dengan jumlah pendaftar mencapai perbandingan 1:5. Kurikulum yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan industri sehingga kompetensi lulusan sangat mumpuni di dunia kerja. Pada 2017 SMTI mendapatkan predikat hasil UN tertinggi untuk Kota Jogja dan peringkat kedua seluruh DIY. Para siswa mendapatkan sertifikat dari lembaga bahasa setara internasional yang sangat diakui dunia industri.

“Kami ditetapkan sebagai model SMK sesuai kebutuhan industri, semua lulusan 98% terserap bekerja bahkan ada yang tidak ikut perpisahan karena sudah bekerja,” kata dia.

Salah satu siswa Kelas XI Jurusan Mekatronika SMK-SMTI Jogja Rizky Prima mengatakan, proses pembelajaran yang ia ikuti lebih banyak praktik sehingga tidak membosankan. Ia bersama temannya turut merancang alat solenoid yang sesuai dengan kebutuhan industri. “Ini untuk memindahkan kotak dari satu tempat ke ke tempat lain dalam suatu perusahaan yang sedang proses produksi,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya