SOLOPOS.COM - Polisi Hong Kong tiba di RSI Amal Sehat untuk memeriksa Erwiana, Selasa (21/1/2014). (ilustrasi /Burhan Aris Nugraha/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN – Pemerintah dinilai masih tak serius melindungi para tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, termasuk dari ancaman penganiayaan. Hal ini terbukti dengan mencuatnya kasus penganiayaan oleh majikan terhadap Erwiana Sulistyaningsih, 20, TKI asal Ngawi yang bekerja di Hong Kong.

Hal itu disampaikan kuasa hukum Erwiana dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Sarli Zulhendar, saat menggelar jumpa pers di RSI Amal Sehat Sragen, Rabu (22/1/2014). Disampaikannya, dalam kasus yang dialami Erwiana, pemerintah ikut andil bertanggung jawab lantaran gadis asal Ngawi tersebut kehilangan haknya untuk mendapatkan perlindungan sebagai TKI. “Negara punya kewajiban. Tidak hanya fokus untuk menempatkan, tetapi juga melindungi. Dalam kasus Erwiana negara telah abai dan gagal melindungi hak warga negaranya,” urai dia.

Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo

Lantaran hal itu, pihaknya menyatakan kasus yang dialami Erwiana tak dianggap selesai hanya sampai pada proses hukum kepada majikan. Pihaknya juga meminta agar pemerintah tak hanya memberikan sanksi secara administrasi kepada agen penyalur Erwiana. “Tidak hanya dituntut secara administrasi, tetapi juga melalui hukum dan itu memungkinkan. Ini agar memberikan efek jera. Kalau pemerintah tidak bisa melakukan itu, bubarkan saja BNP2TKI,” tegasnya.

Terkait proses penyelesaian hukum yang dialami Erwiana, Sarli menjelaskan pihaknya kini masih fokus dalam penyembuhan TKI asal Ngawi tersebut. Dia menjelaskan terdapat sejumlah hak yang dilanggar majikan Erwiana diantaranya hak untuk tidak disiksa dan diintimidasi serta hak mendapatkan upah.

Terpisah, anggota Komisi IX DPR, Mardiana Indraswati, seusai mengunjungi Erwiana mendesak agar penyelesaian kasus Erwiana bisa dituntaskan. “Saya harapkan penanganan kasus ini harus tuntas. Karena kebetulan saya dari Jatim,” urainya.

Pihaknya menilai terulangnya kasus penganiayaan TKI merupakan akibat lemahnya undang-undang (UU) tentang Perlindungan dan Penempatan TKI di Luar Negeri. Lantaran hal itu, pihaknya meminta pemerintah tegas terhadap perlindungan TKI. “Misalnya hal seperti ini terulang lagi, harus direnegosiasi perjanjian yang tidak benar. Kalau perlu jatuhkan sanksi yang berat dan dilaporkan ke lembaga internasional,” ungkapnya.

Lebih lanjut, pihaknya juga mendesak pemerintah untuk melakukan moratorium TKI terutama dengan Hong Kong. “Pasti perlu moratorium dengan Hongkong. Ini harus ada perhatian dari pemerintah ini menyangkut martabat bangsa,” kata dia.

Di sisi lain, pihak kepolisian Hong Kong kembali melakukan pemeriksaan lanjutan dan mengambil sidik jari Erwiana. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP) yang digunakan untuk melakukan penuntutan majikan di Hong Kong. Sementara itu, Ketua Tim Dokter yang menangani Erwiana, Iman Fadli, menjelaskan kondisi Erwiana berangsur membaik selama dirawat di RSI Amal Sehat. “Dia bisa duduk walaupun hanya sebentar karena kalau duduk terlalu lama dia pusing. Kami masih melakukan perawatan,” katanya.

Iman juga menyampaikan setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan melalui CT-Scan dan didapatkan hasil terdapat pembengkakan jaringan otak, Erwiana pada Rabu menjalani pemeriksaan melalui magnetic resonance imaging (MRI). Hanya saja, pihaknya belum bisa membeberkan hasil pemeriksaan melalui MRI tersebut. Disinggung Erwiana diperbolehkan keluar dari rumah sakit, Iman menyampaikan paling cepat dalam dua pekan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya