SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kupang–Pengamat hukum dan antropologi sosial Dr Karolus Kopong Medan  berpendapat Permendagri No 26 Tahun 2010 tentang Penggunaan Senjata Api bagi Anggota Satuan Polisi Pamong Praja, harus direvisi karena berpeluang menjadikan institusi tersebut seperti “monster”.

“Memang situasi yang dihadapi anggota Satpol PP di lapangan sangat bervariasi dan terkesan beringas ketika berhadapan dengan tindakan kekerasan dan brutalisme, tetapi bukan harus dilawan dengan tangan besi atau dengan senjata api,” kata Karolus Kopong Medan, di Kupang, Kamis (8/7).

Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, ke Depan Lebih Fokus Hadapi Tantangan Domestik

Kopong Medan, yang juga Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengemukakan pandangannya tersebut ketika dikonfirmasi soal penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 26 Tahun 2010 tentang Penggunaan Senjata Api bagi Anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, pengaturan tentang persenjataan untuk Satpol PP sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.

“Permendagri tersebut sebagai tindak lanjut dari PP No 6 Tahun 2010,” katanya dan menjelaskan bahwa senjata api tersebut tidak dilengkapi dengan peluru tajam.

Pasal 24 PP No 6 Tahun 2010 menyebutkan untuk menunjang operasional, Polisi Pamong Praja dapat dilengkapi dengan senjata api yang pengaturan mengenai jenis dan ketentuan penggunaannya berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam Pasal 2 penjabaran Permendagri No 26 Tahun 2010 itu menyebutkan jenis senjata api bagi anggota Satpol PP terdiri atas senjata peluru gas, semprotan gas dan alat kejut listrik.

Kopong Medan mengatakan ketika berhadapan dengan situasi-situasi seperti brutalisme dan anarkisme, Satpol PP semestinya berkoordinasi dengan aparat kepolisian sebagai institusi primer dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Menyadari akan kewenangan sekunder seperti itu maka kewenangan penggunaan senjata api harus dibatasi, karena institusi Kepolisian RI sebagai lembaga yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di dalam negeri, sudah mengarah kepada polisi sipil, ujarnya.

Oleh karena itu, tambah Kopong Medan, segala regulasi yang berkenaan dengan kewenangan Satpol PP dalam menggunakan senjata api, termasuk PP No 6 Tahun 2010 dan Permendagri No 26 Tahun 2010, perlu direformasi agar Satpol PP jangan menjadi “monster” yang menakutkan.

“Jika regulasi tersebut tidak direformasi atau direvisi maka ke depan Satpol PP akan  menakutkan. Tanpa senjata pun, mereka sudah beringas apalagi dilengkapi pula dengan senjata api. Ini sangat berbahaya,” demikian Karolus Kopong Medan.

ant/rif

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya