SOLOPOS.COM - Hasan Fauzi (Istimewa)

Dana CSR dinilai rawan korupsi sehingga harus bebas dari kepentingan politik.

Solopos.com, SOLO – Pengamat Corporate Social Responsibilities (CSR) dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Hasan Fauzi, menilai kerawanan penggunaan dana CSR terhadap kemungkinan terjadinya praktik korupsi, tak lepas dari adanya faktor kepentingan-kepentingan politik oknum, baik itu dari pihak pemerintahan atau dari perusahaan.

Promosi Bertabur Bintang, KapanLagi Buka Bareng BRI Festival 2024 Diserbu Pengunjung

Padahal pelaksanaan CSR, menurut dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS itu, seharusnya terbebas dari kepentingan-kepentingan apa pun, kecuali murni untuk kepentingan masyarakat.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pemerintah daerah (pemda) berhati-hati memanfaatkan dana CSR karena rawan korupsi. (baca: KPK Sebut Dana CSR Rawan Korupsi)

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam Rembuk Integritas Pelaksanaan Koordinasi Supervisi Pencegahan Korupsi dengan tema “Budayakan, Malu Korupsi” di Pendapi Gede Balai Kota Solo, Selasa (7/3/2017), meminta agar kepala daerah menghindari bentuk CSR yang memiliki kepentingan di belakangnya.

Lebih lanjut, Hasan yang juga menjabat sebagai Ketua Forum Governance & CSR Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Pendidik (IAI-KAPd) itu mengungkapkan terkait CSR, perusahaan seharusnya melaporkannya kepada publik.

Namun di lapangan, sejauh ini baru perusahaan yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan perusahaan non-BUMN publik (TBK) tertentu saja yang melaksanakan pelaporan tersebut dalam bentuk Sustainability Reporting (SR). Pelaporan tersebut oleh perusahaan BUMN berdasarkan pada UU No. 19/2003 Tentang BUMN.

“Itupun tidak semua melaksanakannya. Demikian juga perusahaan publik (TBK), hanya tertentu. Saat ini hanya sekitar 100 perusahaan dari semua perusahaan di Indonesia yang membhuat SR atau pelapiran CSR. Hal ini karena memang tidak ada landasannya untuk melakukan itu,” bebernya ketika dihubungi melalui ponselnya, Rabu (8/3/2017).

Tanggung Jawab Sosial

Hasan mengemukakan kewajiban perusahaan untuk melaksanakan CSR mengacu pada Undang-undang (UU) No. 40/2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT). Dalam Pasal 74 Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT), menyebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

“Menurut undang-undang tersebut, perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki kewajiban menyelenggarakan CSR yang bisa dalam wujud pendidikan, kesehatan, lingkungan, sosial-kemanusiaan, dan sebagainya,” ujarnya.

Selain itu, CSR perusahaan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 47/2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

“Memang kalau kita jujur, apa yang pernah dilakukan pemerintah pada masa-masa yang lalu kurang memberikan contoh yang baik. Seringkali terjadi, oknum-oknum tertentu, entah itu dari pemerintahan maupun di perusahaan sendiri, memiliki kepentingan-kepentingan, sehingga dalam pelaksanaan CSR pun tidak tepat sasaran, bahkan ada yang menimbulkan persoalan,” ungkap Hasan.

Dia mencontohkan, ketika di lingkungan pemerintahan, ada oknum pejabat yang memanfaatkan kegiatan CSR untuk kepentingan politik. Begitu pula dari sisi perusahaan, menggunakan CSR untuk kepentingan keuntungan perusahaan tersebut.

“Ya misalnya, CSR tersebut dilakukan hanya demi bisa mendapatkan proyek dari pemerintah. Ada undertable agreement antara oknum-oknum tersebut yang tentunya tidak diketahui publik,” tandasnya.

Bahkan dia menilai, hingga saat ini pun CSR masih menjadi modus oleh para oknum tersebut. Terlepas dari kerawanan penggunaan CSR terhadap kemungkinan terjadinya praktik korupsi, Hasan mengakui CSR tetap dibutuhkan.

Hasan menjelaskan sebuah konsep CSR yang dikembangkan Archie B. Carrol, bisa menjadi konsep ideal tentang pelaksanaan CSR. Dalam pandangan Carrol, CSR adalah puncak piramida yang erat terkait, dan bahkan identik dengan tanggung jawab filantropis.

“Ya, sesuai teori Carrol tersebut, ada empat tanggung jawab yang dimiliki perusahaan, yaitu tanggung jawab ekonomis, tanggung jawab legal, tanggung jawab etis, dan tanggung jawab filantropis,” paparnya.

Namun untuk bisa terhindar dari persoalan terkait CSR, Hasan menegaskan, tentunya pelaksanaan CSR harus sesuai mekanisme dan peraturan yang berlaku.

“Ya kita kembalikan saja pelaksanaannya pada regulasi yang ada,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya