SOLOPOS.COM - Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto (Youtube Medcom.id)

Solopos.com, JAKARTA — Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengkritik sikap Polri yang tetap mempertahankan Bharada Richard Eliezer di kepolisian meskipun terbukti menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Richard Eliezer dihukum 1,5 tahun dan sanksi demosi selama satu tahun.

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

Bambang Rukminto mengatakan tidak dipecatnya Bharada Eliezer bisa menjadi preseden buruk bagi Polri di masa mendatang.

“Risikonya itu akan menjadi preseden buruk bagi penegakan aturan di internal Polri,” kata Bambang dikonfirmasi di Jakarta, seperti dikutip Solopos.com dari Antara, Kamis (23/2/2023).

Menurut Bambang, Eliezer terbukti di persidangan melakukan tindak pidana menembak seniornya sesama anggota Polri.

Keputusan Polri memberi sanksi demosi daripada memutuskan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai putusan populer.

Sementara itu, publik selalu ambigu karena di satu sisi menginginkan Eliezer untuk tetap menjadi bagian Polri tapi mengkhawatirkan keselamatannya bila kembali ke institusi.

Bambang menyoroti Polri sebagai penegak hukum juga permisif dan toleran pada pelanggaran fatal, yakni penembakan secara sengaja yang dilakukan Eliezer yang menyebabkan seniornya meninggal dunia walaupun hal itu karena perintah atasannya, Ferdy Sambo.

Menurut Bambang, peran Eliezer sebagai justice collaborator (JC) sudah cukup mendapat apresiasi hakim di Pengadilan Negeri sehingga mendapat hukuman sangat ringan.

Sementara Polri menurutnya, adalah lembaga penegak hukum negara yang harus tegak lurus pada hukum.

Bambang juga mengingatkan ada banyak kasus pelanggaran etik personel Polri yang harus diselesaikan selain masalah Eliezer.

sidang etik Richard Eliezer dipimpin seorang kombes, karier Richard Eliezer di Polri, vonis richard eliezer
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E membungkukkan badan saat sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (15/2/2023). (Antara/Sigid Kurniawan)

Bagi Bambang, tindakan Eliezer menembak Brigadir Yosua hanya menjalankan perintah Ferdy Sambo tidak lantas menjadi pembenaran, apalagi dilakukan dalam situasi normal, bukan dalam situasi perang atau operasi keamanan.

Bahkan, lanjut dia, dalam perang pun penembakan secara sengaja seperti itu bisa dikategorikan kejahatan perang, apalagi ini dalam kondisi normal.

Yang lebih mendesak dalam situasi ini, kata Bambang adalah membangun kultur Polri yang profesional ke depan ketimbang mempertahankan Eliezer.

“Kalau ingin membangun kultur Polri sebagai organisasi profesional, yang taat pada aturan dan hukum, bukan sekadar siap komandan, siap jenderal, tak ada urgensi Polri untuk mempertahankan Eliezer sebagai anggota Polri,” katanya.

Mantan jurnalis itu menambahkan, ada banyak cara yang dapat dilakukan Polri dalam mengapresiasi Eliezer sebagai JC selain mempertahankan keanggotaannya.

“Bukankah selama ini Polri juga banyak mengapresiasi anggota masyarakat non Polri dengan penghargaan-penghargaan,” kata Bambang.

Polres resmi melaksanakan sidang etik kepada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu kemarin siang.

Putusan sidang etik memutuskan Eliezer bersalah melanggar etik, disanksi meminta maaf kepada komisi etik dan pimpinan Polri, serta sanksi administrasi berupa demosi selama satu tahun di Yanma Polri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya