SOLOPOS.COM - Ilustrasi/dok

Penertiban nelayan yang dilakukan Menteri Susi menjadi polemik. KNTI menyatakan akibat terhentinya aktivitas ABK ikan, 500.000 jiwa terkena dampaknya.

Solopos.com, JAKARTA – Semua pihak diminta menahan diri untuk mengambil penyelesaian polemik pelarangan alat tangkap cantrang yang mengakibatkan aksi massa sehingga melumpuhkan jalur Pantura Jawa pada Senin (2/3/2015) dan Selasa (3/3/2015).

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

“KNTI [Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia] menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri, sembari mengawal proses transisi berjalan optimal,” kata Ketua Umum KNTI M. Riza Damanik di Jakarta, Rabu (4/3/2015).

Menurut Riza, pihaknya sejak awal mendukung efektivitas pelarangan penggunaan alat tangkap merusak di seluruh perairan Indonesia, namun hal itu harus dilakukan dengan cara benar dan terukur.

Dia mengungkapkan sejumlah dokumen menunjukkan upaya peralihan penggunaan cantrang sudah dilakukan sejak 2005.

Namun sejak saat itu, lanjutnya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak mengawal proses peralihannya sehingga pada tahun 2014 saja diperkirakan terdapat lebih dari 10.000 unit cantrang di Jawa Tengah.

Ia mengingatkan sedikitnya 100.000 jiwa yang terkena dampak langsung dan lebih 500.000 jiwa lainnya terkena dampak tidak langsung akibat terhentinya aktivitas Anak Buah Kapal (ABK) Ikan.

Belajar dari masa lalu, ujar dia, dan guna memastikan efektivitas pengelolaan perikanan, KNTI mendesak Pemerintah Pusat untuk mengawal secara penuh masa transisi, antara lain dengan merangkul organisasi nelayan dan tokoh masyarakat untuk melakukan simulasi dan pemantauan lapangan.

Selain itu, KNTI juga mendesak dilakukannya sosialisasi dan menyelenggarakan pelatihan penggunaan alat tangkap ramah lingkungan.

“Siapkan skema pembiayaan untuk membantu peralihan ke alat tangkap ramah lingkungan melalui organisasi nelayan atau kelembagaan koperasi nelayan,” tuturnya.

KKP juga diminta segera menuntaskan pengukuran ulang akta kapal ikan dan memfasilitasi proses penerbitan izin baru, serta bekerja sama dengan organisasi nelayan dan institusi penegak hukum untuk menyiapkan skema pengawasan terpadu dan berbasis masyarakat.

Sedangkan bersama pemerintah daerah, menurut dia, KKP dapat menyiapkan instrumen perlindungan pekerja di atas kapal ikan (ABK), termasuk memastikan adanya standar upah minimum bagi ABK Kapal Perikanan.

“KNTI mengusulkan kepada KKP untuk mengintegrasikan perjanjian kerja antara pemilik kapal dengan ABK masuk sebagai syarat perizinan dapat terbit,” ujar Riza.

Sementara selama proses transisi, pemerintah juga diminta KNTI untuk menyiapkan skema perlindungan sosial terhadap para ABK dan keluarganya yang berpotensi terdampak pelarangan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya