SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Penertiban nelayan asing terus menimbulkan pro dan kontra di antara kelompik nelayan.

Solopos.com, JAKARTA — Dewan Kelautan Indonesia (Dekin) mengimbau kebijakan menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastuti tentang moratorium bagi kapal-kapal perikanan eks-asing berukuran minimal 30 GT ke atas, tidak mengganggu kesejahteraan nelayan tradisional.

Promosi Cerita Klaster Pisang Cavendish di Pasuruan, Ubah Lahan Tak Produktif Jadi Cuan

Kalau kebijakan itu masih diperlukan, harus dipertimbangkan agar moratorium diterapkan secara terbatas terhadap kapal-kapal ikan yang melakukan pelanggaran hukum yang dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan perikanan berskala industri.

Penegasan itu dikemukakan Anggota Dewan Kelautan Indonesia (Dekin) Hanafi Rustandi sehubungan banyaknya organisasi yang mengatasnamakan nelayan. Mereka mengaku dirugikan akibat adanya moratorium yang diberlakukan selama setahun terakhir.

Menurut Hanafi, kebijakan moratorium sangat efektif untuk mencegah illegal fishing. Umumnya pelaku illegal fishing adalah industri perikanan yang melakukan penangkapan ikan untuk tujuan komersial tanpa mempertimbangkan keseimbangan ekosistem laut maupun kelestarian sumber hayati laut.

“Kalau nelayan yang menangkap ikan secara tradisional dan dengan menggunakan kapal-kapal kecil tidak mungkin melakukan illegal fishing ataupun merusak habitat alam.

Namun, karena kepentingannya terhalang oleh kebijakan moratorium, maka pengusaha perikanan itu kemudian memanfaatkan nelayan yang seolah-olah merasa dirugikan adanya kebijakan tersebut,” ujar Hanafi dalam keterangan tertulisnya hari ini, Senin (5/10/2015).

Dia mensinyalir beberapa organisasi NGO digunakan untuk memprotes kebijakan moratorium yang seolah-olah tidak pro nelayan tradisional tersebut.

Hanafi yang juga menjabat Presiden Eksekutif Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) menegaskan bahwa nelayan kecil umumnya hanya memiliki satu kapal di bawah 5 GT (gross ton). Hasil ikan hasil tangkapannya juga dijual secara terbatas dan itu dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya.

Penerapan moratorium, kata Hanafi, sangat menguntungkan nelayan tradisional, karena saat ini hasil tangkapan ikan umumnya meningkat. Tapi bagi pengusaha perikanan yang memiliki banyak armada kapal ikan, kebijakan itu dianggap merugikan karena selain membatasi operasional kapal, juga melarang adanya transshipment (pemindahan muatan ikan) di tengah laut.

Dia uga mengingatkan Susi Pudjiastuti tatkala dulu masih menjadi pengepul ikan yang dibeli dari nelayan tradisional di Pangandaran. Dari pengalamannya itu, Susi mestinya dapat membedakan antara nelayan yang harus dibantu dan pengusaha yang memiliki industri perikanan.

Dengan demikian, kebijakan pemerintah untuk membantu nelayan kecil yang hingga kini belum sepenuhnya terwujud, tidak salah arah. “Nelayan tradisional harus benar-benar dibantu. Pemerintah jangan justru berpihak ke pengusaha yang mengatasnamakan nelayan,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya