SOLOPOS.COM - Warganet mengenang peristiwa tsunami Aceh sehingga trending di Twitter. (Twitter)

Solopos.com, BANDA ACEH — Peneliti Paleotsunami dari Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Prof Nazli Ismail, menemukan bukti tsunami purba atau yang telah terjadi sebelum tsunami 2004 di pesisir Aceh Besar.

“Penemuan di Lamreh Aceh Besar ada yang paling dekat, yakni terjadi sekitar 50 tahun lalu,” kata Prof Nazli Ismail di Banda Aceh, Selasa (19/12/2023), sebagaimana dilansir Antara.

Promosi BRI Siapkan Uang Tunai Rp34 Triliun pada Periode Libur Lebaran 2024

Guru Besar Bidang Geofisika itu menyampaikan, berdasarkan penggalian yang dilakukan di wilayah barat Aceh Besar, yakni Pulot dan Seungko Meulat ditemukan banyak sekeuns tsunami-tsunami sebelum 2004, yakni sekitar 400-600 tahun lalu.

Selain di Pulot dan Seungko Meulat, bukti paleotsunami juga ditemukan di gua tsunami yang ada di Lhong. Lalu, ditemukan tsunami purba yang tidak ada dalam catatan sejarah dengan rentang waktu tidak teratur, ada yang ribuan dan ratusan tahun lalu.

Tidak hanya itu, ketika ekstensi paleotsunami diperluas lagi ke Ujong Pancu sampai Lamreh, ditemukan dua bukti paleotsunami melalui sedimen yang terdapat di keramik China dan batu nisan yang diketahui ada pada masa Kerajaan Lamuri.

“Ketika dilakukan penggalian lagi, ditemukan dua kali kejadian tsunami purba pada rentang waktu 1300-1400 M,” ujarnya.

Penelitian itu, merupakan bagian dari pengkajian jejak sedimen tsunami purba sepanjang pantai barat Sumatra untuk memperkuat lesson learn pengurangan risiko bencana tsunami bagi masyarakat pesisir bekerja sama dengan Nanyang Technological University, Singapura.

“Ini menjadi rekonstruksi paleotsunami komprehensif pertama di sepanjang garis pantai Sumatera mulai dari Aceh sampai Bengkulu,” katanya.

Rekonstruksi tsunami Aceh itu, dilakukan melalui tahapan analisis citra satelit untuk identifikasi lokasi pengendapan di oxbow lake, laut, dan coastal.

Kemudian, juga dilakukan coring untuk dapat sampling, analisis x-ray flourescence (XRF), serta penentuan umur dari organisme yang ada di dalam sedimen.

Selanjutnya, dilakukan analisis butir untuk mengidentifikasi endapan sedimen dan analisis foraminifera (pasir laut yang dikonfirmasi, termasuk spesies perairan dalam yang menunjukkan adanya tsunami).

“Analisis foraminifera itu menjadi indikator yang cukup penting untuk menganalisis sedimen tsunami, kita bisa kenal sumber gempa yang menyebabkan tsunami,” ujarnya.

Penelitian yang dilakukan sejak 2010 itu tidak hanya menemukan jejak sedimen paleotsunami, tetapi juga menemukan sumber tsunami Aceh pada 2004 yang ternyata berada di megathrust zona subduksi di wilayah barat Sumatra, dan berada di antara Pulau Sumatra dengan Andaman.

“Megathrust itu tidak hanya aktif di Andaman dan Sumatra saja, tetapi juga sepanjang barat Sumatra,” katanya.

Oleh sebab itu, Prof Nazli menyimpulkan bahwa tsunami merupakan bencana yang berulang dan menjadi peringatan bagi masyarakat. Bencana ini bisa datang kapan saja, sehingga masyarakat harus selalu siaga terhadap potensi yang ada.

“Hal yang paling penting bukan menghindar dari potensi tsunami, tetapi memberi pengetahuan agar masyarakat paham dan dapat siap siaga ketika terjadi bencana,” kata Prof Nazli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya